REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (FEMA-IPB) Prof Dr Ir Ujang Sumarwan Msc mengungkapkan salah satu penyumbang kasus stunting di Indonesia. Menurutnya, kasus anak kerdil dibanding usianya (stunting) banyak ditemukan pada keluarga yang menikah usia muda.
"Ketidaksiapan secara fisik dan mental pada ibu yang hamil pada usia muda mengakibatkan berbagai tantangan selama proses kehamilan hingga melahirkan," kata Ujang di Bogor, Jumat.
Dalam jangka panjang, terbatasnya pengetahuan ibu tentang pentingnya persiapan gizi pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan juga meningkatkan risiko anak mengalami gangguan pertumbuhan hingga stunting. Terkait hal itu, Ujang mengatakan walau ekonomi terus tumbuh, di bidang gizi dan kesehatan, Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan termasuk stunting.
"Saya meyakini edukasi remaja adalah sebuah terobosan karena peningkatan pengetahuan gizi sebelum memulai keluarga akan berkontribusi pada kesadaran akan kesehatan ibu dan anak di masa penting dalam kehidupannya, termasuk memutus rantai persoalan stunting," ujar dia.
WHO menyebutkan, usia remaja dimulai dari usia 10 hingga 19 tahun. Ketika memasuki masa ini, remaja mengalami perubahan fisik, fungsi reproduksi, psikis, dan sosial.
Akan tetapi, dalam masa perubahan tersebut, remaja banyak yang mengalami kekurangan gizi. Data Studi Diet Total (2014) menunjukkan bahwa remaja di Indonesia usia 13-18 tahun mengalami defisiensi protein dan energi.
Melihat pentingnya edukasi dan persiapan terkait gizi sejak dini, FEMA-IPB dan Sarihusada sebagai bagian dari Danone Specialized Nutrition menjalin kerja sama mengembangkan modul pelatihan cegah stunting untuk usia remaja. Ujang juga menyampaikan, sebelumnya, dari tahun 2017, perusahaan itu telah bekerja sama dengan IPB untuk mengembangkan modul pelatihan "Isi Piringku", sebuah panduan edukasi gizi seimbang untuk anak usia 4 hingga 6 tahun.
Program edukasi anak usia dini ini telah diimplementasikan kepada 14.400 anak dan 1400 guru di 360 PAUD di 11 kota dan kabupaten di Indonesia dan targetnya selesai akhir tahun ini. Program sejenis untuk remaja akan mulai diujicoba dalam proyek percontohan kepada 400 pelajar dan 40 guru di 10 sekolah SLTP dan SLTA di Jabodetabek di 2020.