REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN -- Pergantian musim dari kemarau ke penghujan atau yang disebut pancaroba kini telah tiba. Berdasarkan prakiraan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), awal musim hujan tahun ini mulai November 2019 dan di sebagian daerah pada Oktober 2019 hujan mulai turun dengan intensitas ringan hingga sedang.
Bagi daerah-daerah yang rawan mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih seperti di Pulau Madura, Jawa Timur, hujan berarti harapan bagi masyarakat. Sebab, dengan turun hujan, sumber-sumber mata air di sumur-sumur warga yang sudah mengecil, bahkan ada yang sudah mengering, akan terpenuhi kembali.
Hujan bagi masyarakat di Pulau Garam ini, berarti awal dari kehidupan baru, setelah sekitar lima bulan mereka dilanda kekeringan dan produksi pertanian mereka terhenti, karena lahan yang ditanami warga di pulau berpenduduk sekitar 3,9 juta orang ini adalah pertanian tadah hujan. Artinya, produksi pertanian mereka bergantung pada turunnya hujan.
Namun, meski hujan merupakan berkah, perubahan musim dari kemarau ke penghujan ini di satu sisi juga perlu diwaspadai, mengingat perubahan musim ini juga cenderung membawa dampak dalam bagi lingkungan dan kesehatan, di samping potensi bencana juga sering terjadi saat pancaroba.
Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Pamekasan, bencana yang sering terjadi saat pancaroba adalah angin kencang dan puting beliung. Sedangkan saat musim hujan, jenis bencana alam yang sering terjadi dan perlu diwaspadai adalah banjir dan tanah longsor.
Oleh karenanya, BPBD Pemkab Pamekasan kini mulai menggencarkan sosialisasi antisipasi bencana yang biasa terjadi saat pergantian musim seperti sekarang ini.
Hal itu dimaksudkan agar masyarakat memiliki pemahaman tentang teknik menanggulangi bencana, sehingga jika terjadi bencana alam seperti angin kencang puting beliung, resiko bencana bisa ditekan sedemikian rupa, kata Supervisor Tim Pusat Pengendalian Operasional Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Budi Cahyono.
Sejumlah lembaga pendidikan, pondok pesantren, Puskesmas dan kelompok masyarakat menjadi sasaran sosialisasi penanggulangan bencana BPBD Pemkab Pamekasan ini, terutama terkait angin puting beliung dan angin kencang yang biasa terjadi di awal musim pancaroba.
Menurut Budi, fenomena angin puting beliung biasanya terjadi dengan cepat dengan kecepatan sekitar 120 kilometer perjam atau lebih. Fenomena ini biasanya terjadi di daerah tropis di antara garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan garis khatulistiwa.
Jenis angin ini terjadi karena perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. "Itu sebabnya, fenomena alam ini lebih banyak terjadi pada masa pergantian musim atau pancaroba," katanya.
Biasanya angin puting beliung bergerak secara lurus dan berlalu setelah maksimal 5 menit. Meski terbilang singkat, angin ini bisa menyebabkan kerusakan atau menghancurkan apa saja yang ada di depannya dan bisa menelan korban jiwa.
Tanda-tanda angin puting beliung yang perlu dipahami masyarakat antara lain, cuaca sangat gerah sebelum kejadian, munculnya awan putih yang bergerombol dan berlapis-lapis di langit.
"Tak lama setelah itu terlihat gumpalan awan gelap, besar, dan tinggi yang sekilas mirip seperti kembang kol. Terdengar suara petir dan guruh kencang yang saling bersahutan dari kejauhan," katanya saat menyampaikan sosialisasi kepada puluhan siswa di salah satu pondok pesantren di Pamekasan.
Jika warga mengetahui tanda-tanda tersebut, Budi menyarankan agar berhati-hati. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai antisipasi. Antara lain, jika berada dalam ruangan hendaknya segera menutup jendela, mematikan semua aliran listrik dan peralatan elektronik, dan mencopot regulator tabung gas untuk mencegah kebakaran.
Selain itu juga perlu menjauh dari sudut ruangan, pintu, jendela, dan dinding terluar bangunan. Jika sedang berada di dalam kendaraan, maka hendaknya segera menghentikan laju kendaraan lalu cari tempat perlindungan yang terdekat.
"Jika sedang berada di luar ruangan, dan jika terasa ada petir akan menyambar, maka segeralah membungkuk, duduk dan peluk lutut anda ke dada," ujar Budi.
Ia juga mengingatkan agar warga tidak tiarap di atas tanah, tetapi hendaknya masuk ke dalam rumah yang diperkirakan kokoh. "Hindari berlindung di dekat tiang listrik, papan reklame, jembatan dan jalan layang," kata Budi.
Teknik upaya pencegahan ini, sebagai upaya untuk menekan risiko apabila terjadi bencana alam. Angin puting beliung dan angin kencang sering terjadi di Kecamatan Pademawu, Tlanakan, Pakong dan Kecamatan Pasean. Sedangkan bencana tanah longsor di Kecamatan Pakong, Pegantenan, Palengaan, Waru dan Pasean.
"Banjir sering terjadi di Kecamatan Pamekasan dan Kecamatan Pademawu," katanya.
Guna memperluas akses sosialisasi ini, BPBD Pemkab Pamekasan menggandeng Forum Relawan Penanggulangan Bencana (FRPB) Pamekasan.
Canangkan Program G1R1J
Upaya untuk mengantisipasi dampak dari perubahan musim, yakni musim hujan ke kemarau ini, tidak hanya dilakukan oleh BPBD Pemkab Pamekasan, akan tetapi juga oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Pamekasan.
Salah satunya seperti yang digelar pada Selasa (29/10). Institusi ini meluncurkan program G1R1J atau Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik untuk mencegah wabah demam berdarah dengue (DBD) yang biasa terjadi pada musim pancaroba dan musim hujan.
Peluncuran G1R1J ini sebagai bentuk gerakan terpadu dan upaya antisipasi dengan mengedepankan prinsip pencegahan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pamekasan Farid Anwar.
Pencanangan dan peluncuran program G1R1J ini digelar dengan melibatkan lintas sektor dari berbagai satuan organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemkab Pamekasan di Kecamatan Pademawu, Pamekasan.
Para camat, dan Kepala Puskesmas dari 13 kecamatan di Kabupaten Pamekasan juga dilibatkan untuk mensukses program yang diluncurkan pada 29 Oktober 2019 itu.
Selain itu, Dinkes Pamekasan juga mengukuhkan sebanyak 20 kader sebagai juru pemantau jentik (jumantik) guna mendukung suksesnya program itu.
Menurut Farid, pencanangan program G1R1J itu baru di tingkat kabupaten dan selanjutnya diharapkan bisa ditindaklanjuti oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Pamekasan.
"Jadi, harapan kami, setelah pencanangan di tingkat kabupaten ini, nantinya bisa dilanjutkan pada pencanangan atau sosialisasi di tingkat kecamatan," kata Farid.
Hal lain yang juga ingin dicapai Dinkes Pamekasan melalui pencanangan G1R1J ini terbentuknya kader jumantik di tiap-tiap rumah warga.
"Selain itu masyarakat diharapkan bisa melakukan apa yang menjadi imbauan petugas dalam membasmi jentik nyamuk dengan melakukan PSN 3M plus secara serentak dan terus menerus," kata Farid.
Berdasarkan data Dinkes Pamekasan, penyakit demam berdarah dengue adalah jenis penyakit tahunan yang biasa terjadi saat musim pancaroba dan musim hujan.
Berdasarkan pengalaman tahun 2018, di Kabupaten Pamekasan ada lima kecamatan yang warganya diketahui terserang penyakit demam berdarah dengue (DBD) sehingga terpaksa harus menjalani perawatan di puskesmas dan rumah sakit di Pamekasan.
Kelima kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Tlanakan, Pademawu, Palengaan, Kecamatan Pasean dan Kecamatan Kota Pamekasan. Dengan adanya program ini, Dinkes Pamekasan berharap sebaran penyakit demam berdarah di Pamekasan bisa ditekan, bahkan Pamekasan bisa bebas dari jenis penyakit akibat gigitan nyamuk aedes aegypti tersebut.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam yakin gerakan antisipasi yang dilakukan secara terpadu lintas sektor, yakni BPBD dan Dinkes Pamekasan dalam berupaya menanggulangan berbagai jenis penyakit dan bencana saat pancaroba, akan efektif, apalagi dengan peran aktif semua lapisan masyarakat.