Jumat 15 Nov 2019 17:37 WIB

Pengidap Insomnia Berisiko Terkena Penyakit Serius

Insomnia lebih rentan menyerang orang dewasa.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Nora Azizah
Tidur (Ilustrasi)
Foto: Pixabay
Tidur (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan sebuah studi terbaru, orang yang mengalami sulit tidur berisiko mengalami serangan jantung atau stroke. Hal tersebut bertolak belakang dengan orang yang tidak memiliki permasalahan tidur.

Dalam studi tersebut, para peneliti mengamati 487.200 orang di China dalam kurun waktu 10 tahun tahun. Di mana subjek yang diteliti itu ada di rentang usia 51 tahun saat awal penelitian.

Baca Juga

Awalnya, tidak ada satupun dari mereka yang memiliki riwayat penyakit jantung ataupun stroke. Namun demikian, dalam prosesnya selama hampir satu dekade penelitian, ada sekitar 130.032 orang yang terkena stroke, penyakit jantung dan penyakit serupa lainnya.

Lebih lanjut, orang yang memiliki tiga gejala insomnia, baik itu kesulitan tidur atau tertidur, bangun terlalu pagi dan masalah fokus di siang hari karena kurang tidur, setidaknya mengalami 18 persen kejadian serangan jantung atau stroke. Para peneliti yang melaporkan dalam Neurologi itu, juga membandingkan dengan orang yang tidak mengalami kesulitan tidur, di mana mereka tidak mengalami hal tersebut.

"Hasil ini menunjukkan bahwa jika kita dapat menargetkan orang yang mengalami kesulitan tidur dengan terapi perilaku, ada kemungkinan bahwa kita dapat mengurangi jumlah kasus stroke, serangan jantung dan penyakit lain di kemudian hari," ujar penulis senior dan peneliti di Universitas Peking, Dr. Liming Li, seperti dilansir Reuters, Kamis (14/11).

Selain itu, berdasarkan data, sekitar 11 persen subjek mengalami kesulitan tidur atau tertidur, 10 persen lainnya dilaporkan bangun terlalu pagi, sedangkan dua persen lainnya mengalami kesulitan untuk fokus pada siang hari karena kurang tidur. Menanggapi hal tersebut, para peneliti tidak langsung memutuskan apakah orang tersebut memenuhi definisi insomnia atau tidak.

Namun demikian, peserta tanpa gejala insomnia tertentu, adalah mereka yang memang mengalami masalah tidur pada saat tua, dan lebih dimungkinkan jika orang tersebut adalah perempuan, tidak menikah dan dari daerah pedesaan. Bahkan, orang dengan gejala insomnia juga diketahui dalam studi tersebut, merupakan orang yang kurang berpendidikan.

Selain dari faktor, penghasilan yang lebih rendah dan cenderung memiliki riwayat diabetes atau gangguan mood lainnya seperti kecemasan dan depresi. Lebih jauh, orang yang mengalami sulit tidur atau tetap tertidur, memiliki kecenderungan Sembilan persen mengalami stroke atau serangan jantung. Sedangkan orang yang bangun terlalu pagi, dimungkinkan terkena penyakit tersebut sekitar tujuh persennya.

Sedangkan, orang yang mengalami kesulitan untuk tetap fokus pada siang hari karena kurang tidur, 13 persen lebih mungkin mengalami serangan jantung atau stroke. Peningkatan penyakit-penyakit tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lainnya. Baik itu konsumsi alcohol, merokok dan tingkat aktivitas fisik.

“Hubungan antara gejala insomnia dan penyakit ini bahkan lebih kuat pada orang dewasa yang lebih muda dan orang-orang yang tidak memiliki tekanan darah tinggi pada awal penelitian,” kata Li.

Oleh sebab itu, menurut dia, penelitian di masa depan harus melihat dan mempertimbangkan deteksi dini dan intervensi pada kelompok yang dimaksud sebelumnya. Dia menegaskan, penelitian yang dilakukannya bukan eksperimen terkontrol yang dirancang untuk membuktikan apakah insomnia menyebabkan serangan jantung maupun stroke.

Namun ada keterbatasan lain, bahwa para peneliti mengandalkan partisipan untuk melaporkan gejala tidur mereka sendiri, termasuk setiap serangan jantung atau stroke yang mereka alami.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement