REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengizinkan tujuh produk Ranitidin beredar kembali. Di luar ketujuh jenis itu, produk Ranitidin lainnya ditarik dari peredaran.
Kepala BPOM Penny K LUkito mengatakan, pihaknya secara paralel melakukan kajian risiko melalui pengambilan dan pengujian sampel terhadap bahan baku dan produk Ranitidin sebagai obat tukak lambung/tukak usus. Dari situ, pihaknya mengeluarkan keputusan tentang produk Ranitidin yang diperbolehkan beredar kembali.
Menurut Penny, seluruh batch Ulceranin cairan injeksi 25 mg/ml dengan pemegang izin edar PT Abbott Indonesia boleh kembali beredar. Demikian juga dengan seluruh batch Bloxer 150 tablet salut selaput 150 mg dan seluruh batch Bloxer 300 tablet salut selaput 300 mg buatan PT Berlico Mulia Farma.
Selain itu, menurut Penny, seluruh batch Anitid cairan injeksi 50 mg/2 ml dan seluruh batch ranitidine HCl cairan injeksi 25 mg/ml milik PT Bernofarm pun boleh kembali diedarkan. Hal yang sama berlaku untuk seluruh batch obat Radin cairan injeksi 25 mg/ml dan seluruh batch cairan injeksi Ranitidine HCl 25 mg/ml milik PT Dexa Medica.
Semua batch Ranitidin HCl tablet salut selaput 150 mg dan Gasela tablet salut selaput 150 mg milik PT Erela turut diberi izin untuk kembali dipasarkan. BPOM juga memberi lampu hijau untuk peredaran seluruh batch Ranitidin HCl tablet salut selaput 150 mg milik PT Errita Pharma.
"Terakhir atau ketujuh, yaitu seluruh batch Ranitiden HCl tablet salut selaput 150 mg, Ratinal tablet salut selaput 150 mg, dan Ratinal cairan injeksi 25 mg/ml milik PT Gracia Pharmindo," ujar Penny.
Sementara itu, Penny menegaskan bahwa produk Ranitidin yang tidak ada dalam daftar obat tersebut dinyatakan ditarik (recall) dari peredaran serta dilakukan pemusnahan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia mengatakan, pengumuman ini juga menjadi tanda industri farmasi dapat memproduksi kembali dan mengedarkan produknya setelah memastikan bahwa hasil produksinya tidak mengandung N-Nitrosodimethylamine (NDMA) melebihi ambang batas yang diperbolehkan, yaitu 96 nano gram (ng)/hari.
"Masyarakat dapat mengetahui informasi terkait produk ranitidin melalui laman Badan POM (https://cekbpom.pom.go.id) atau melalui aplikasi Cek BPOM. Badan POM akan terus memperbarui informasi sesuai dengan data yang terbaru," kata Penny.
Studi global sebelumnya telah memutuskan nilai ambang batas cemaran NDMA yang diperbolehkan adalah 96 ng/hari (acceptable daily intake). Jika dikonsumsi di atas ambang batas secara terus-menerus, dalam jangka waktu yang lama Ranitidin berpotensi karsinogenik.
Hal ini dijadikan dasar oleh Badan POM dalam mengawal keamanan obat yang beredar di Indonesia. Dalam rangka kehati-hatian, pada 11 Oktober 2019 lalu Badan POM memerintahkan seluruh industri farmasi pemegang izin edar untuk menghentikan sementara produksi, distribusi, dan peredaran produk Ranitidin.