Sabtu 23 Nov 2019 12:36 WIB

Konsumsi Pil Diet Sebabkan Kelainan Kebiasaan Makan

Pil diet dan obat pencahar bisa amat berbahaya jika untuk pengendalian berat badan

Rep: Febryan A/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pil diet/ilustrasi
Foto: santolina.net
Pil diet/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perempuan banyak mengkonsumsi pil diet dan obat pencahar demi menurunkan berat badan. Namun, penelitian terbaru di Amerika Serikat (AS) menemukan bahwa dua jenis obat-obatan itu bisa mengakibatkan kelainan kebiasaan makan.

Penelitian itu dikerjakan sejumlah ilmuwan dari Harvard Gazette. Mereka menemukan bahwa perempuan yang mengkonsumsi pil diet memiliki potensi mengidap kelainan kebiasaan makan dalam satu hingga tiga tahun setelahnya jika dibandingkan perempuan yang tidak mengkonsumsinya.

Kesimpulan itu diambil setelah mereka menganalisis data dari 10 ribu perempuan yang berumur 14 hingga 36 tahun. Data dikumpulkan sejak 2001 sampai 2016. Mereka menggunakan model regresi logistik multivariabel, yang disesuaikan dengan usia, ras/etnis, dan status kelebihan berat badan untuk memperkirakan hubungan antara perilaku pengendalian berat badan dan diagnosis gangguan makan.

Hasilnya, 1,8 persen yang menggunakan pil diet mengakui mereka didiagnosis akan mengidap kelainan kebiasaan makan satu sampai tiga tahun setelah itu. Mereka yang tidak mengkonsumsinya hanya 1 persen didiagnosis akan mengidap kelainan itu.

Para peneliti juga menemukan, 4,2 persen perempuan yang menggunakan obat pencahar demi menurunkan berat badan ternyata juga didiagnosis mengidap kelainan kebiasaan makan.

Penulis riset tersebut, S. Bryn Austin, seorang profesor di Departemen Ilmu Sosial dan Perilaku di Harvard Chan School dan direktur STRIPED, mengatakan, pil diet dan obat pencahar bisa menjadi zat sangat berbahaya jika digunakan untuk pengendalian berat badan.

“Temuan kami paralel dengan dampak tembakau dan alkohol, mengkonsumsi zat berbahaya dapat membuat orang muda berada di jalur menuju masalah yang buruk, termasuk gangguan penyalahgunaan zat yang serius," kata Austin dikutip laman techexplorist.com, Sabtu (23/11).

Studi ini secara ketat merekomendasikan bahwa pembuat kebijakan dan profesional kesehatan masyarakat harus mengevaluasi kebijakan akses pil diet dan obat pencahar. Mereka menyarankan untuk melarang atau setidaknya membatasi dua jenis obat itu digunakan untuk penurunan berar badan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement