REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti dari University of California Los Angeles (UCLA) menemukan penjelasan yang memungkinkan menjawab mengapa autoimun lebih sering terjadi pada wanita. Peneliti menemukan bahwa hal itu ada hubungannya dengan kromosom X ekstra pada wanita.
Simpulan itu dihasilkan melalui penelitian yang dilakukan dengan sampel tikus. Pada hewan, tikus betina umumnya cenderung memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih kuat. Walaupun hal itu dapat membantu menangkal bakteri atau virus penyebab penyakit, namun sistem imun yang lebih kuat itu juga dapat menyebabkan respons imun yang terlalu aktif.
Ini berarti wanita jauh lebih rentan terhadap penyakit autoimun. Faktanya, wanita dua sampai tiga kali lebih mungkin mengembangkan penyakit multiple sclerosis (MS) dibandingkan pria untuk mengembangkan lupus. Hal ini masih menjadi misteri, namun perbedaan biologis yang jelas antara kedua jenis kelamin biasanya bermuara pada hormon, kromosom atau kombinasi keduanya.
Berdasarkan penelitian mereka dengan sampel tikus, para peneliti mulai berpikir bahwa perempuan kromosom X ekstra diturunkan dari ayahnya yang kemudian membawa kontribusi yang signifikan terhadap masalah autoimun. Studi terbaru pada tikus dan manusia menunjukkan bahwa gen X tambahan dapat memberi wanita keuntungan imunologis, tetapi itu tentu saja pedang bermata dua.
Menganalisis bagaimana gen yang berhubungan dengan sistem kekebalan diekspresikan pada pria dan wanita, para peneliti kemudian menemukan bahwa kromosom X yang akhirnya tidak aktif pada tikus betina cenderung berasal dari ayah. Pada gilirannya, ini menunjukkan bahwa kromosom X yang diturunkan dari ayah ke anak perempuan memiliki tingkat inaktivasi X yang lebih tinggi, yang dalam kasus sistem kekebalan tubuh dapat mengurangi ekspresi gen tertentu dan mungkin mempromosikan respons pro-inflamasi pada wanita.
"Hipotesis menyeluruh kami adalah bahwa perbedaan jenis kelamin dalam sistem kekebalan tubuh disebabkan oleh keseimbangan antara pencetakan gen X dari orang tua yang tidak luput dari inaktivasi X dan efek dosis X gen X yang lepas dari inaktivasi X," tulis para penulis dilansir Science Alert, Kamis (12/12).
Sementara itu, Ahli Saraf Rhonda Voskuhl menilai bahwa penelitian ini sulit untuk dibuktikan pada manusia. Mengingat banyaknya gen yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh manusia dan hubungan kompleks mereka dengan hormon manusia.
“Diperlukan lebih banyak penelitian sebelum perempuan dapat mulai menyalahkan ayah mereka untuk masalah autoimun mereka, tetapi tampaknya seolah-olah ada sesuatu yang terjadi dengan kromosom X paternal,” kata Voskuhl.