REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian perempuan mungkin tak begitu memerhatikan risiko penyakit jantung karena penyakit ini terkesan lebih identik sebagai penyakit laki-laki. Padahal, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Tak hanya itu, penyakit jantung juga cenderung lebih mematikan pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. "Angka kematian jantung pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki, ini yang sering perhatiannya kurang," ujar spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Sally Aman Nasution SpPD K-KV FINASIM FACP dalam Forum Diskusi Philips Indonesia yang diselenggarakan oleh Royal Philips, Jakarta.
Sally mencontohkan, dalam kasus serangan jantung perempuan cenderung memiliki kondisi atau prognosis yang lebih buruk dibandingkan laki-laki. Kecenderungan ini berkaitan dengan faktor hormonal.
"Laki-laki dan perempuan berbeda kalau kena serangan jantung," kata Sally.
Saat di usia reproduktif, perempuan memiliki hormon estrogen yang tinggi. Hormon estrogen ini memberikan efek perlindungan terhadap jantung dan pembuluh darah sehingga serangan jantung jarang terjadi pada perempuan di usia reproduktif.
Hormon estrogen yang tinggi tidak terdapat pada laki-laki sehingga risiko serangan jantung di usia reproduktif lebih tinggi pada laki-laki. Namun, ketika perempuan memasuki masa menopause, efek proteksi dari hormon estrogen ini tidak lagi ada.
Oleh karena itu, risiko perempuan menopause terhadap serangan jantung menjadi sama dengan laki-laki. Pada usia yang sudah relatif tua, perempuan menopause cenderung memiliki kondisi atau prognosis yang lebih buruk bila terkena serangan jantung.
"Kalau perempuan (menopause) kena serangan jantung kondisinya lebih jelek karena usianya sudah tua," tutur Sally.
Lebih lanjut, Sally mengatakan tidak semua perempuan di usia reproduktif bisa merasakan efek perlindungan dari hormon estrogen. Efek perlindungan dari hormon estrogen tidak bisa diraskaan oleh perempuan berusia subur yang mengidap diabetes.
"(Risiko hipertensi, obesitas dan kolesterol tinggi) hormon estrogen masih bisa mengatasi, tapi kalau diabetes tidak bisa," jelas Sally.
Efek perlindungan terhadap risiko serangan jantung dari hormon estrogen juga tak bisa dirasakan oleh perempuan di usia subur yang menderita penyakit autoimun. Alasannya, penyakit autoimun dapat memengaruhi hormonal perempuan.
"Jadi secara umum perempuan usia reproduktif lebih rendah risikonya terhadap seragan jantung, kecuali ada diabetes atau penyakit autoimun," tutur Sally.