REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bertepatan dengan momentum Hari Ibu 2019, Health Collaborative Center menegaskan kepada pemerintah untuk tidak menomor-duakan upaya peningkatan kualitas laktasi Ibu Indonesia, terutama ibu pekerja yang jumlahnya dan partisipasi kerja yang semakin tinggi. Mengingat fakta setelah lebih 15 tahun cakupan ASI eksklusif nasional dan perilaku laktasi Ibu Indonesia, terutama ibu pekerja, tidak menunjukan perbaikan signifikan.
Sebagian besar ibu pekerja di Indonesia masih memiliki pengetahuan dan perilaku yang kurang baik terhadap menyusui. Hal itu terungkap dalam penelitian terbaru berjudul "Breastfeeding Knowledge, Attitude, and Practice Among White-Collar and Blue-Collar Workers in Indonesia" yang dipublikasikan di jurnal internasional JKMS 2019.
Menurut peneliti Dr dr Ray Wagiu Basrowi MKK dari ILUNI Kedokteran Kerja FKUI, lebih dari 70 persen ibu Indonesia yang merupakan pekerja buruh dan sedang masa menyusui, sama sekali tidak mengerti bahwa menyusui merupakan perilaku sehat yang bisa bermanfaat bagi tumbuh kembang bayi dan juga kesehatan ibu itu sendiri. Bahkan hampir 50 persen ibu Indonesia menyusui yang bekerja di kantoran belum mengetahui bahwa peraturan pemerintah bisa melindungi mereka untuk bisa bebas menyusui atau memompa ASI di kantor tanpa harus takut mendapat sanksi.
Ray yang juga merupakan pendiri dan Ketua dari Health Collaborative Center mengatakan, hal yang menyedihkan adalah, temuan dan kondisi terkait rendahnya pengetahuan ibu tentang laktasi ini masih mirip dengan temuan-temuan pada penelitian mengenai laktasi sejak lebih dari satu dekade silam. Artinya status pengetahuan dan kualitas perilaku laktasi Ibu Indonesia, terutama ibu pekerja tidak membaik secara signifikan.
Perkembangan teknologi informasi dan digital di Indonesia yang kelihatannya semakin banyak mengomunikasikan menyusui dan laktasi kenyataannya kurang efektif memberi daya ungkit terhadap pengetahuan laktasi sehingga perilaku menyusui juga tidak secara signifikan membaik. "Terbukti dari status cakupan ASI eksklusif di Indonesia juga tidak meningkat secara signifikan," ujarnya di Jakarta belum lama ini.
Hasil Riskesdas 2003 hingga 2018 prevalensi ASI eksklusif nasional hanya berkisar antara 32 persen hingga 38 persen. Artinya, dalam 15 tahun cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih jalan di tempat dan sangat jauh dari target nasional, yaitu 80 persen.
Hasil penelitian terdahulu dari Basrowi dkk juga menemukan bahwa meskipun sudah ada peraturan pemerintah tentang perlindungan laktasi di tempat kerja, tetapi implementasinya masih belum maksimal. Mengutip penelitian dan publikasi ilmiahnya terdahulu, Ray mengungkapkan, sukses laktasi pada ibu pekerja terbukti tidak hanya menyehatkan tumbuh kembang bayi tapi juga membantu mempertahankan status produktivitas kerja.
"Jadi berkaca pada penelitian terbaru kami, harusnya model dan konten komunikasi dan edukasi laktasi dan menyusui harus meningkatkan porsi informasi dan edukasi terhadap kesehatan ibu, kalau ibu pekerja harus menekankan pentingnya produktivitas, dan dampak positif bagi masyarakat dan bangsa.”