REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Dalam diet rendah karbohidrat, lampu hijau menyala untuk konsumsi daging dan keju. Sementara itu, diet rendah lemak menyarankan konsumsi buah diperbanyak serta oatmeal.
Diet dengan cara puasa intermiten lain lagi. Pola makan yang populer sejak sekitar tiga tahun lalu ini membuat pengikutnya tak boleh makan apapun dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Sepintas, diet yang melarang konsumsi makanan selama berjam-jam itu mungkin tampak sangat mengerikan, terlebih bagi orang-orang dengan lingkungan yang memudahkan mereka mendapatkan makanan. Meski demikian, jenis diet yang dikenal sebagai intermittent fasting ini ternyata masih populer, terlihat dari banyaknya orang yang mengikutinya dan mengungkapkan praktiknya di media sosial Facebook.
Menjalankan puasa intermiten, orang berarti berhenti makan untuk sementara waktu. Salah satu orang yang mencoba metode diet ini adalah Bri Wyatt.
Perempuan asal Tennessee, Amerika Serikat (AS) itu mulai menjalani intermittent fasting pada musim panas tahun lalu. Ia mengatakan, pada awalnya sempat merasa ragu karena diet seperti itu terasa seperti tidak mungkin.
“Awalnya itu seperti tidak mungkin,” ujar Wyatt.
Namun, Wyatt mempelajari lebih lanjut puasa intermiten dan mulai berpikir bahwa metode diet ini tampaknya tidaklah terlalu sulit untuk dipraktikkan. Perempuan berusia 32 tahun itu pun memulai dengan melewatkan sarapan dan cemilan di malam hari. Hingga kemudian, ia beralih ke tantangan melakukan puasa 60 hari berturut-turut.
Kisah Melissa Breaux Bankston lain lagi. Iinstruktur Crossfit di New Orleans, Lousiana juga mencoba intermittent fasting sebagai cara untuk menghentikan kebiasaan mencamil.
Terlepas dari popularitasnya, studi tentang manfaat kesehatan dari intermittent fasting masih sangat terbatas, termasuk dalam efektivitasnya menurunkan berat badan. Seperti diet lainnya, puasa intermiten membantu menurunkan berat badan dengan menetapkan batasan di sekitar makanan.
Namun, alih-alih membatasi apa yang dimakan, puasa intermiten membatasi ketika waktu makan. Krista Varady dari University of Illinois, Chicago yang mempelajari metode diet ini mengatakan bahwa intermittent fasting adalah cara lain "membodohi" tubuh untuk makan lebih sedikit kalori.
Banyak pendukung dari intermittent fasting yang mengatakan metode ini membantu menurunkan berat badan dengan cara berbeda. Misalnya, mereka mengatakan itu memaksa tubuh untuk mulai membakar lemaknya sendiri untuk bahan bakar setelah menghabiskan energi yang biasanya didapat dari makanan.
Meski demikian, efek pada tubuh tergantung tiap orang. Bagaimanapun, mereka yang ingin mencoba intermittent fasting sebaiknya berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu dan ini sangat tidak disarankan untuk anak-anak serta orang dengan riwayat gangguan makan dan bagi mereka yang sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu.
Cara intermittent fasting
Salah satu pendekatan yang populer untuk intermittent fasting adalah waktu makan selama delapan jam dilanjutkan puasa selama 16 jam berikutnya. Cara ini disebut sebagai pola makan dengan batasan waktu dan tidak sesulit beberapa pendekatan lain mengingat waktu tidur juga dapat dianggap sebagai periode puasa.
Beberapa orang menyesuaikan waktu makan menjadi lebih pendek atau lama. Sementara itu, ada juga yang memilih untuk makan hanya satu kali dalam sehari dan beberapa memilih berpuasa sepanjang hari beberapa kali dalam seminggu.
Pada hari-hari puasa, pelaku diet intermiten dapat makan 600 kalori jika diperlukan. Namun, menurut Jason Fung, seorang dokter yang menulis tentang intermittent fasting mengatakan, tak makan sama sekali sebenarnya mungkin lebih mudah untuk diikuti, karena makan dalam jumlah kecil justru dapat merangsang nafsu makan.
Fung mengatakan bahwa apapun metode yang dipilih, orang-orang tidak seharusnya kalap di saat sedang tidak berpuasa. Ia juga menekankan bahwa puasa dapat membuat lapar hanyalah sebuah mitos.
Sumaya Kazi yang mengunggah tentang intermittent fasting mengatakan, metode ini lebih merupakan sebuah tantangan mental dibandingkan fisik. Orang-orang bereaksi berbeda dalam menjalankan diet dan intermittent fasting lebih sulit bagi sebagian orang daripada yang lain.
"Tidak ada satu ukuran yang cocok untuk semua,” ujar Fatima Stanford, spesialis obesitas di Harvard Medical School.
Hingga saat ini, penelitian tentang intermittent fasting masih terbatas dengan menunjukkan mungkin tidak ada yang lebih baik dalam cara penurunan berat badan dibandingkan memotong kalori konvensional dalam jangka panjang. Sebagai contoh, para peneliti mengamati apakah manfaat puasa intermittent dapat dikaitkan ketika periode makan turun dan fluktuasi seberapa baik tubuh kita memproses makanan sepanjang hari.
Beberapa ahli kesehatan mengatakan, puasa intermiten mungkin terlalu sulit bagi banyak orang. Mereka menunjuk pada penelitian terhadap 100 orang yang ditempatkan dalam kelompok puasa alternatif kehilangan sekitar jumlah yang sama dengan mereka yang melakukan diet pembatasan kalori konvensional seiring waktu.
Namun, puasa intemiten mungkin lebih mudah daripada diet lain bagi orang-orang yang terbiasa melewatkan makan ketika sedang sangat sibuk. Untuk membuat penurunan berat badan secara permanen, tiap orang harus memilih diet yang menyerupai cara mereka makan.