REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Ali Khomsan menilai, kesadaran generasi milenial terhadap pentingnya menjaga asupan gizi masih rendah. Ia juga mengkritik instansi terkait, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama (Kemenag), maupun Kemendikbud, yang belum optimal memberikan dukungan unutk perbaikan.
"Saya melihat generasi milenial dalam mengonsumsi tablet tambah darah yang sudah diprogramkan pemerintah masih rendah, terutama remaja putri," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa.
Persoalan perbaikan gizi, menurut Ali, tidak bisa hanya dibebankan kepada Kementerian Kesehatan saja. Namun, peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kemenag, orang tua, dan lingkungan juga harus terlibat karena memiliki porsi yang berbeda-beda. Ironisnya, Ali melihat program pemberian tablet tambah darah pada remaja putri yang sudah disediakan oleh pemerintah banyak yang tidak dikonsumsi.
Padahal, para remaja putri harus meminum tablet tambah darah tersebut secara wajar. Artinya, para gadis harus mendapatkan asupan tablet tambah darah setiap seminggu sekali selama ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
"Tapi, kenyataannya masih banyak sekolah-sekolah yang tidak memonitor itu dengan baik sehingga apa yang disediakan pemerintah menjadi mubazir," katanya.
Secara umum, pemerintah telah membuat program pemberian tablet tambah darah untuk remaja putri di 260 kabupaten dan kota untuk mengatasi kekerdilan (stunting) atau kondisi tubuh anak lebih pendek dari anak seusianya. Program itu diharapkan dapat melahirkan generasi muda yang sehat dan kuat. Kemudian juga untuk menyasar kaum ibu melahirkan anak yang bebas kekerdilan.
Sementara itu, Putri, salah seorang pelajar SMP swasta di Jakarta mengatakan selama ini memang tidak begitu mempedulikan persoalan gizi. Namun, setelah melihat dampak buruk atau bahaya dari kekurangan darah ia mengaku akan lebih meningkatkan kesadaran tentang asupan gizi.