REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Virus corona tipe baru telah menginfeksi lebih dari 28 ribu orang dan setidaknya 563 kematian dilaporkan. Meski demikian, berdasarkan data, hanya sedikit anak-anak yang tampaknya telah mengembangkan gejala terinfeksi virus.
“Usia rata-rata pasien terinfeksi virus corona adalah antara 49 hingga 56 tahun. Kasus pada anak-anak jarang terjadi,” tulis laporan yang diterbitkan di JAMA pada Rabu (5/2).
Jadi, apakah yang menyebabkan jarang anak-anak terinfeksi virus corona tipe baru ini? Menurut Malik Peiris, seorang dokter yang juga kepala virologi di Universitas Hong Kong, kemungkinan meskipun orang-orang dengan usia muda terinfeksi, mereka terserang penyakit akibat virus ini relatif lebih ringan. Ia juga menuturkan, para ilmuwan mungkin tidak melihat banyak anak terinfeksi, karena mereka tak memiliki data tentang kasus yang lebih ringan.
“Jika virus corona menyebar ke seluruh dunia dan seluas flu musiman, mungkin kita akan melihat lebih banyak,” ujar Peiris, dilansir New York Times, Kamis (6/2).
Dalam satu kasus yang dipublikasikan, ada seorang anak berusia 10 tahun yang bepergian ke episentrum wabah, yakni di Wuhan, China. Saat kembali ke Shenzhen, kota asalnya, sejumlah anggota keluarga yang berusia antara 36 hingga 66 tahun mengalami demam, sakit tenggorokan, diare, dan radang paru.
Anak berusia 10 tahun itu juga memiliki gejala terinfeksi virus dengan adanya pneumonia. Namun, tidak ada gejala luar lainnya, sehingga beberapa ilmuwan menduga bahwa ini adalah tipikal infeksi virus corona pada anak-anak.
“Memang benar bahwa anak-anak dapat terinfeksi tanpa gejala atau memiliki infeksi yang sangat ringan,” ujar Raina MacIntyre, seorang ahli epidemiologi di Universitas New South Wales di Sydney, Australia, yang telah mempelajari penyebaran virus corona tipe baru.
Dalam banyak hal, pola ini paralel dengan yang terlihat selama wabah sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan flu unta (MERS). Epidemi MERS di Arab Saudi pada 2012 dan di Korea Selatan (Korsel) pada 2015 merenggut lebih dari 800 nyawa.
Namun, sebagian besar anak-anak yang terinfeksi tidak pernah mengalami gejala. Tidak ada anak yang meninggal selama epidemi SARS pada 2003 dan sebagian besar dari 800 kematian dalam wabah virus tersebut terjadi pada orang di atas usia 45, dengan laki-laki lebih berisiko.
Di antara lebih dari 8.000 kasus SARS, para penliti di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Amerika Serikat (AS) mengidentifikasi 135 anak yang terinfeksi parah. Anak-anak di bawah usia 12 tahun, memiliki kemungkinan lebih kecil untuk dirawat di rumah sakit, maupun membutuhkan oksigen serta perawatan medis lainnya, sementara anak-anak di atas usia itu memiliki gejala seperti orang dewasa.
Bukan hal yang aneh jika virus hanya memicu infeksi ringan pada anak-anak dan penyakit menjadi jauh lebih parah pada orang dewasa. Sebagai contoh adalah cacar air, di mana sebagian besar tidak menjadi kondisi serius pada anak-anak, namun sangat berbahaya bagi orang dewasa.
Selain itu ada influenza yang tidak biasa karena telah berevolusi dengan manusia selama ribuan tahun dan menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Namun, meski anak-anak harus dirawat di rumah sakit setiap tahun karena influenza, hanya sebagian kecil dari mereka yang meninggal.
Orang dewasa mungkin lebih rentan karena mereka lebih cenderung memiliki penyakit lain, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau penyakit jantung, yang melemahkan kemampuan tubuhnya untuk mencegah infeksi. Imunitas bawaan tubuh, yang sangat penting untuk melawan segala jenis virus, memburuk seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia paruh baya.
“Sesuatu berubah pada usia 50 tahun. Kemampuan itu menurun secara eksponensial, itulah sebabnya sebagian besar infeksi terjadi pada lansia,” jelas Maclntyre seperti dikutip laman New York Times.
Anak-anak yang terinfeksi virus corona tipe baru dan tidak memiliki gejala mungkin bisa menularkannya kepada orang lain. Meski demikian, Maclntyre mengatakan, banyak orang di usia muda yang tidak menyadari bahwa mereka sakit dapat berkontribusi pada momentum epidemi.
Untuk memahami epidemi sepenuhnya, para ilmuwan membutuhkan data rinci, mulai dari kapan orang pertama kali terpapar virus, kali pertama mereka mulai menunjukkan gejala, hingga berapa banyak dan orang yang memiliki gejala ringan versus penyakit yang lebih parah.
Dengan data terperinci, beberapa pengamatan, seperti risiko yang lebih tinggi pada pria, dapat berubah. Namun, Mark Denison, seorang dokter spesialis penyakit menular anak di Vanderbilt University di Nashville, mengatakan, ia tidak berharap untuk melihat peningkatan mendadak pada anak-anak yang terinfeksi.
“Sulit bagi saya untuk membayangkan bahwa ada tingkat penyakit klinis yang tidak dilaporkan pada anak-anak sehingga kami hanya mendengar sekitar dua atau tiga kasus. Saya pikir itu berarti bahwa ada banyak, lebih sedikit anak-anak yang terinfeksi di China, katanya, dan bahwa mereka tidak terlalu berisiko,” jelas Denison.