Senin 24 Feb 2020 08:54 WIB

Mengapa Donor Sperma dan Ovum Perlu Dilarang?

Ahli embriologi mengungkap alasan pelarangan donor sperma dan ovum.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Reiny Dwinanda
Bank sperma menyimpan sperma dari donor (Ilustrasi). Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga secara tegas menyebutkan pelarangan penyewaan rahim, donor sperma, dan donor sel telur.
Foto: Abc.net.au/ca
Bank sperma menyimpan sperma dari donor (Ilustrasi). Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga secara tegas menyebutkan pelarangan penyewaan rahim, donor sperma, dan donor sel telur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga secara tegas menyebutkan pelarangan penyewaan rahim, donor sperma, dan donor sel telur. Mengapa perlu dilarang?

Ahli embriologi Harris Harlianto menjelaskan, donor sperma dan donor ovum secara medis sudah dipraktikkan di luar negeri. Di Indonesia, sebenarnya teknologinya pun sudah mumpuni dan tenaga medisnya juga mampu dan menguasainya. Hanya saja, Indonesia melarang hal-hal tersebut.

Baca Juga

"Problemnya itu masalah legal dan etisnya. Secara peraturan tidak memungkinkan," jelasnya kepada Republika.co.id, Ahad (23/2).

Harris mengungkapkan, donor sel telur dan sperma menggunakan teknologi simpan beku atau sperm banking. Di Indonesia, teknik simpan beku sperma dan juga ovum hanya tersedia untuk program bayi tabung.

"Kalau di Indonesia harus digunakan oleh pasangan suami-istri sah terikat ikatan perkawinan, di luar itu tidak memungkinkan," ujar kepala Lab IVF Bandung Fertility Center, Jawa Barat.

Sementara di luar negeri, selain untuk pasangan suami-istri, bank sperma dan ovum juga melayani donor. Menurut Harris, andaikan masalah donor tidak diatur undang-undang, dikhawatirkan sel sperma dan ovum akan disalahgunakan.

"Kalau di luar negeri, kemungkinan bisa banyak. Pasangan belum menikah bisa memanfaatkannya, bahkan fasilitas sperm banking memungkinkan orang memilih donor dengan IQ sekian dan lainnya," jelas Harris.

Di fasilitas bank sperma, menurut Harris, sperma yang berasal dari satu laki-laki bisa digunakan untuk banyak perempuan. Kalau tidak diketahui latar belakang pemilik sperma, anak yang dilahirkan dari satu bapak tak terlacak memiliki hubungan sedarah.

"Kalau suatu waktu menikah, kalau dia secara genetik dari ayah yang sama, khawatir inses, secara genetik dekat," ungkap Harris.

Di samping itu, kalau terjadi perkawinan satu genetik, kemungkinan terjadinya kelainan sangat besar. Penyakit yang diturunkan secara genetik juga akan terwarisi.

"Itu mengapa dihindari. Kalau di luar negeri data itu semua ada, bisa dilacak," paparnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement