Selasa 22 Jan 2019 12:57 WIB

Sejarawan Ungkap Asal Mula Timlo Solo

Tak salah bila Timlo laris di kawasan Pasar Gede yang banyak dihuni komunitas Cina.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Indira Rezkisari
Kuliner timlo khas Solo di warung Timlo Sastro cabang Jl Dr Wahidin Solo. Warung Timlo Sastro didirikan sejak 1952.
Foto: Republika/Binti Sholikah
Kuliner timlo khas Solo di warung Timlo Sastro cabang Jl Dr Wahidin Solo. Warung Timlo Sastro didirikan sejak 1952.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Asal muasal makanan timlo dari Solo memang diduga terinspirasi dari sup kimlo yang populer di budaya Tionghoa. Dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, memastikan makanan timlo terinspirasi dari kimlo.

Selama ini, orang mudah tergelincir menganggap kimlo sama dengan timlo. Kimlo merupakan nama jenis hidangan berkuah yang berasal dari Cina. Masakan tersebut di area Jawa Timur dan Jawa Tengah berkembang menjadi sup dan beredar di kawasan Pecinan.

Heri memaparkan, berdasarkan keterangan seorang wisatawan Belanda, Justus van Maurik, yang mengungkapkan pengalaman kulinernya di Jawa pada 1800-an dalam Indrukken van een totok (1897). Dalam buku tersebut mengungkapkan, Justus van Maurik, seorang pengusaha cerutu yang memakai waktunya untuk plesiran, bertemu seorang Tionghoa, penjual makanan keliling lezat dengan menggunakan pikulan.

"Makanan yang dijajakan disebut kimlo atau sop Cina. Makanan itu disajikan dengan mangkok dan sendok porselen berwarna biru yang dinikmati oleh para pembeli sambil jongkok dengan uang beberapa sen saja," terangnya saat dihubungi Republika, pekan lalu.

Kemudian, Heri juga menemukan fakta di buku resep masakan Poetri Dapoer (1941) yang disusun perempuan Tionghoa bernama Lie Hiang Hwa. Buku lawas itu dikeluarkan oleh Penerbit Chen Company Solo. Di situ, terdapat panduan cara memasak kimlo memakai wajan. Bahan-bahan dan bumbu-bumbunya antara lain, bawang merah, daging, garam, kecap, air, sohun, jamur kuping, kincam, udang basah atau ebi, kentang dan kubis.

Cara memasaknya, terlebih dahulu goreng bawang merah rajangan tujuh biji. Kemudian, masukkan daging hingga kelihatan putih, diberi sedikit garam dan kecap. Selanjutnya, tuangkan air mendidih secukupnya, masukkan souun, jamur kuping, dan kincam, ditambahi udang basah yang telah dicuci. Udah basah bisa diganti ebi.

Selain itu, masukkan lima biji kentang yang diiris menjadi empat dan kubis empat sampai lima lembar dipotong kecil. Lalu, wajan ditutup sebentar supaya airnya mendidih. Setelah itu, dipindahkan dalam panci dan tinggalkan sampai benar-benar matang baru diangkat. Saat hendak menyantap, kimlo ditaburi bawang goreng dan merica halus. Tambahan cuka disediakan untuk menghilangkan bau amis udang sesuai selera pelanggan.

"Selepas mempelajari kawruh bab olah-olah di atas dan pengaruh kontak budaya, kreativitas wong Solo muncul. Mereka berpeluh dan bereksperimen di pawon, mencoba memasak makanan baru bernama timlo," ujarnya.

Soal penamaan, lanjutnya, hanya mengganti huruf K dengan huruf T. Kemudian, bukan bahan daging babi yang dipakai, melainkan telur dan jeroan ayam yang populer sebagai bahan utama masakan orang Jawa. Diberi pula sosis agar makin nikmat. "Berkat terobosan ini, terjaringlah konsumen yang lebih luas dan warga beragama Islam bisa menyantapnya," ungkapnya.

Menurutnya, tidak ada yang menyangka ternyata timlo sanggup melewati gempuran rezim masa lalu yang menekan budaya Tionghoa di Indonesia. Bahkan, timlo melejit menjadi hidangan khas serta digandrungi para pelancong. Heri menegaskan, masyarakat tidak boleh menutupi sejarah timlo dilahirkan dalam pengaruh ekologi budaya masyarakat Pecinan.

"Maklum bila timlo gampang dijumpai di Pasar Gede yang dikitari pemukiman Tionghoa, bukan di lingkungan keraton yang merupakan lembaga pemberi stempel makanan enak Jawa dan punya pawon komplit," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement