REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jangan mengaku sebagai orang Bogor kalau belum pernah mencicipi cungkring. Kuliner khas Bogor yang satu ini adalah sebuah makanan yang terdiri atas irisan cingur alias moncong sapi dan garingan, seperti tempe garing.
Berawal dari keisengan orang tua Deden, yaitu Pak Jumat, yang menginovasikan bagian dari sapi yang bisa dimanfaatkan untuk dimasak, cungkring pun tercipta sejak 1975. Lambat laun, Deden lalu memanfaatkan bagian sapi lainnya, seperti kikil sapi, untuk dijadikan cungkring.
Kikil sapi yang telah dibersihkan lalu dimasak dengan cara direbus dengan menggunakan bumbu kuning. Setelah matang, kikil pun dipotong kecil-kecil agar lebih mudah dimakan.
Untuk penyajiannya, kikil disuguhkan bersama potongan lontong. Guyuran bumbu kacang menambah sedap cungkring. Jangan lupa menyantapnya dengan gorengan tempe gurih yang dipotong kecil-kecil.
Deden yang melanjutkan usaha almarhum ayahnya itu mengatakan, sebenarnya kuliner ini bisa disebut bukan makanan berat. Sebab, banyak pembeli yang biasanya membeli lebih dari satu porsi.
“Soalnya ini memang hanya lontong kecil-kecil dan juga kikil,” kata Deden saat ditemui di Festival Jajanan Bango, Lapangan Squash, Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (16/3).
Deden mengklaim cungkring dagangannya merupakan kuliner cungkiring yang asli di Bogor. Itu terbukti dari gorengan tempe yang khas.
Menurut Deden, cungkring yang lain di Bogor juga menambahkan gorengan lainnya, seperti bakwan. “Kalau pakai bakwan katanya sih kurang enak, lebih enak pakai gorengan tempe,” kata dia.
Satu porsi cungkring dihargai sekitar Rp 15 ribu. Deden berjualan bersama dengan keluarganya di pinggiran Jalan Suryakencana (Surken) sejak pagi hingga siang hari. Cobain yuk!