REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Koki Thailand, Surasit Buttama, menghabiskan hampir satu dekade memasak makanan internasional di restoran dan hotel kelas atas di Amerika Serikat dan Thailand. Ia menemukan gairahnya beberapa bulan lalu di sebuah restoran di Bangkok yang menyajikan serangga yang dapat dimakan.
Resep terbarunya terdiri atas tar pir krim almond yang disajikan dengan es krim vanila cacing sutra. Sementara pada es krim itu terdapat dua cacing sutra yang di atasnya, Anda tidak akan menyadari bahwa es krim itu sendiri terbuat dari bubuk cacing sutera.
Hal yang sama berlaku untuk pasta yang terbuat dari jangkrik dan kumbang air raksasa atau jangkrik yang dicampur menjadi brownies. Hidangan yang terdiri atas ikan kakap putih bakar disajikan dengan semut renyah dan telur semut yang dicampur dengan saus beurre blanc.
"Salah satu tantangan yang saya nikmati adalah bagaimana membuat orang tidak merasa takut dengan makanan," kata Buttama kepada Thomson Reuters Foundation di restoran fine dinning Insects in Backyard, yang menyajikan serangga dapat dimakan pertama di Thailand, di mana ia menjadi chef de cuisine, dikutip dari Reuters.
"Saya pikir saya tidak akan pernah bosan (dengan memasak serangga), yang merupakan sesuatu yang saya tidak akan bisa pelajari di tempat lain."
Ahli gizi dan ilmuwan telah menggembar-gemborkan serangga sebagai sumber protein yang berkelanjutan dan murah untuk memberi makan dunia yang sedang berkembang. Serangga kaya protein, vitamin, serat dan mineral.
Serangga memancarkan lebih sedikit gas rumah kaca dan lebih sedikit amonia daripada sapi atau babi dan membutuhkan lebih sedikit tanah dan air daripada sapi, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB.
Sementara memakan serangga sudah menjadi bagian dari diet normal bagi orang-orang Thailand di daerah pedesaan, Buttama yang berusia 35 tahun mengatakan hal itu sering dipandang sebelah mata. Hanya 20 persen orang Thailand menjadi pelanggan restoran.
"Orang Thailand mengasosiasikan serangga dengan orang miskin, yang merupakan kesalahpahaman. (Orang yang tinggal di daerah pedesaan) sebenarnya beruntung memiliki sumber makanan yang berbeda. Rasanya seperti udang," katanya.
Buttama bergabung dengan Insect in Backyard sekitar enam bulan lalu, yang didirikan oleh Somchai Songwattana, kepala eksekutif Flynow, salah satu merek fesyen perintis Thailand. "Apa yang kami coba lakukan adalah memberi tahu orang Thailand bahwa serangga dapat dimakan dan memiliki nilai, tetapi sering diabaikan," kata Buttama.
Koki sering terlihat mondar-mandir di ruang makan berbicara dengan pelanggan dan merekomendasikan hidangan favoritnya. Yaitu nacho dengan salsa tomat ceri, krim asam dukkha, keju grand padano dan pilihan serangga organik pilihan Anda.
Dia juga suka memberikan tips kepada pelanggan tentang cara memasak makanan mereka sendiri di rumah, dan berencana untuk menulis buku tentang masakan serangga. Serangga yang dapat dimakan perlahan-lahan mulai populer di Thailand, menjadi camilan dalam kemasan yang dijual di toko-toko 7-Eleven dan serangga dijual secara massal di Makro, sebuah supermarket grosir lokal.
"Saya suka mendorong orang untuk memasak hidangan mereka sendiri karena itu membantu petani dan itu baik bagi dunia," kata Buttama. "Di masa depan, bahkan mungkin biasa bagi kita untuk melihat koki memasak serangga di restoran."