Ahad 28 Jan 2018 06:52 WIB

Jadi Ortu tak Gaptek Cegah Anak Terpapar Konten Negatif

Ortu harus mau belajar perkembangan teknologi digital dan penggunaan media sosial.

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Indira Rezkisari
Anak di era digital.
Foto: EPA
Anak di era digital.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kendala yang kerap diungkapkan orang tua saat ingin menjaga anak-anaknya dari paparan konten-konten negatif di dunia maya adalah merasa memiliki keterbatasan dalam memahami teknologi, atau yang biasa dikenal gagap teknologi (gaptek). Padahal, pola pikir seperti ini justru membuat orang tua semakin kesulitan untuk melindungi buah hatinya.

Jika orang tua sudah beranggapan dirinya gaptek, maka secara psikologis, dia sudah merasa tidak mampu. ''Akhirnya, orang tua benar-benar tidak mampu. Dengan anggapan merasa gaptek tersebut, maka orang tua sudah menahan diri untuk mau belajar sesuatu yang kekinian, yang sebenarnya sudah sangat dekat dengan anak-anak kita. Harusnya diubah mindset-nya, memang tidak mudah, tapi pasti bisa,'' ujar Psikolog Anak, Intan Erlita, saat menjadi pembicara dalam seminar Digital Parenting: Social Media Cheatsheet'' di Jakarta, Sabtu (27/1).

Intan menambahkan, pada saat merasa sudah tidak mampu, hanya untuk sekadar membuka bagian pengaturan di gawai sudah tidak mau. Padahal, untuk mengamankan anak-anak dari pengaruh buruk dunia maya, orang tua bisa melakukan langkah kecil di bagian pengaturan perangkat tersebut.

Untuk itu, orang tua pun diharapkan bisa membuka diri. Orang tua harus mau belajar perkembangan teknologi digital dan penggunaan media sosial.

''Setidaknya secara garis besarnya dulu (teknologi tersebut seperti apa), bagaimana kita bisa melindungi anak-anak kita. Terkadang tinggal satu klik di bagian pengaturan, sebenarnya itu sudah mengamankan anak-anak kita dari konten-konten negatif dari dunia maya,'' tuturnya.

Lebih lanjut, Intan mengingatkan, gawai yang diakses anak-anak bukan lagi sekedar kotak kecil yang tidak berarti. Dari kotak kecil ini, semua hal bisa dilihat, mulai dari konten-konten yang bersifat mendidik, hingga konten-konten negatif, seperti pornografi, aksi-aksi kekerasan, dan praktik perisakan.

Kendati begitu, Intan mengakui, gawai dan perkembangan teknologi digital memang memiliki dampak positif bagi anak-anak. Antara lain menambah ilmu pengetahuan, membantu mengerjakan tugas sekolah, melatih rasa kewirausahaan, dan mengikuti perkembangan teknologi. Sehingga, orang tua pun diharapkan bisa mengetahui dan mengarahkan penggunaan gawai pada anak-anak ke arah yang lebih positif.

''Jadi bukan masalah gawainya, yang disalahkan, tapi kembali lagi kita, sebagai orang tua, apakah sudah memberitahukan ke anak batasan-batasannya seperti apa dalam menggunakan gawai,'' tuturnya.

Tidak hanya itu, orang tua juga diharapkan bisa menanamkan dan melatih intuisi bahaya dalam diri anak-anak, saat berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal di dunia maya atau saat menemukan konten-konten negatif. Caranya, dengan melakukan komunikasi, atau dengan model permainan, dengan anak-anak mengenai bahaya mengakses konten-konten negatif.

Berdasarkan penelitian, sebanyak 52 persen anak-anak dan remaja mengakui, mereka menemukan konten pornografi melalui iklan dan situs yang tidak mencurigakan. ''Akhirnya pilihan di anak. Kalau kita sudah latih intuisi bahaya dan alarm di diri anak, biasanya anak yang sudah dikasih tahu akan menutup dan tidak melanjutkan. Berbeda kalau kita tidak melatihnya, maka anak justru melanjutkan atau bahkan mengunjungi situs-situs bermuatan negatif,'' ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement