REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan teknologi, seperti Google, YouTube, Yahoo, ataupun pengembang aplikasi media sosial sebenarnya telah mengembangkan berbagai prosedur agar anak-anak tidak terpapar konten-konten negatif yang ditampilkan di internet. Pun dengan adanya fitur-fitur parental control yang terdapat di berbagai perangkat dan sistem digital, seperti di Personal Computer (PC) ataupun di Android dan iOS.
Namun, terkadang orang tua justru belum mengerti dan belum bisa mengoptimalkan fitur-fitur tersebut. Menurut Ahli Digital Forensik, Ruby Alamsyah, biasanya di negara-negara asal perusahaan digital tersebut ada seperangkat aturan terkait perlindungan terhadap anak-anak dari munculnya konten-konten negatif. Aturan ini pun harus ditaati oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Ruby memberi contoh, pembuatan akun di Google Account. Ada pilihan batasan umur pada saat membuat akun tersebut, mulai dari 13 tahun. Jika seseorang membuat akun dengan batas umur 13 tahun, maka sistem di Google akan mengenali mereka sebagai anak-anak. Sehingga konten-konten yang ditampilkan pun sesuai dengan batasan umurnya.
Namun, yang banyak terjadi, seseorang membuat akun untuk anaknya dengan batasan umur lebih tinggi, 18 atau 20 tahun. Hal ini dilakukan agar mereka tidak menemui kendala dalam membuat sebuah akun, seperti di YouTube ataupun media sosial.
''Itu fitur yang diberikan perusahaan-perusahaan besar tersebut, yang banyak orang di Indonesia, dan bahkan di negara maju sekalipun masih belum dioptimalkan. Perusahaan-perusahaan tersebut harus ikut dengan aturan di negara mereka, dan sebenarnya sudah disiapkan. Sayangnya, pengetahuan ini masih terkesan terbatas,'' tutur Ruby saat menjadi pembicara di seminar Digital Parenting: Social Media Cheatsheet'' di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, Ruby menjelaskan, secara sederhana, pada saat seseorang membuat sebuah akun di sebuah aplikasi atau email, maka sistem di komputer tersebut akan membuat profil dari pengguna akun tersebut. Nantinya, konten yang ditampilkan oleh sistem kepada pengguna akun tersebut akan didasarkan dari profil dari pemilik akun tersebut, termasuk profil berdasarkan usia dari pemilik akun tersebut.
Alhasil, untuk melindungi anak-anak dari konten negatif, maka Ruby menyarankan, orang tua untuk membuat akun baru untuk anak-anak mereka, dan disesuaikan dengan usia anak mereka. Pemisahan akun ini pun tidak hanya di perangkat komputer, yang digunakan bersama-sama di rumah, tapi juga bisa diterapkan di perangkat, seperti smartphone atau tablet dengan sistem operasi Android ataupun iOS.
''Akunnya harus dipastikan berbeda. Sehingga, sistem di komputer itu bisa mendeteksi penggunaanya adalah anak-anak bukan orang dewasa. Misalnya akun dibikin untuk 13 tahun, agar YouTube, atau Google, misalnya, bisa membuat profil penggunanya untuk 13 tahun. Jadi konten untuk 18 tahun ke atas tidak akan muncul,'' ujarnya.
Dengan mengerti cara kerja internet, aplikasi, ataupuan media sosial secara umum, lanjut Ruby, maka orang tua bisa mengambil langkah-langkah pengamanan dan melindungi anak dari konten-konten negatif di dunia maya. ''Jadi diusahakan, atau sebisa mungkin, kita lebih superior mengenai pengetahuan internet dari anak-anak,'' tutur Ruby.
Lebih lanjut, Ruby menjelaskan, ada sejumlah langkah-langkah mendasar dalam menyediakan internet sehat untuk anak. Pertama, orang tua mesti menempatkan PC pada area umum di rumah atau di tempat yang mudah diawasi. Kedua, siapkan komputer dan berbagai perangkat di dalamnya untuk dapat memblokir konten-konten yang tidak bisa dilihat anak-anak. Bisa juga dengan memasang aplikasi software monitoring di komputer tersebut.
''Kemudian batasi jam penggunaan komputer maupun gawai lainnya. Ini dilakukan dengan memaksimalkan berbagai tool atau aplikasi yang ada. Jangan hanya dengan lisan, tapi gunakan tool yang ada di komputer atau lewat aplikasi,'' katanya.
Selain itu, orang tua juga diharapkan bisa memberikan pengertian dasar pengetahuan internet safety kepada anak-anak, dan biasakan membangun dialog antara orang tua dan anak-anak terkait penggunaan internet. Dengan dialog tersebut, maka orang tua bisa mengarahkan anaknya ke hal-hal yang lebih positif.