REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menerapkan pendidikan keperibadian pada anak dimulai sejak dini. Hal ini dilakukan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang baik, sehat, dan normal. Psikolog Yenny Duriana Wijaya bahkan mengatakan pendidikan kepribadian sudah bisa dibangun mulai dalam kandungan.
“Sejak dalam kandungan sudah mulai dididik itu yang benar. Jadi, interaksi antara ibu dan anak itu sudah mulai membentuk pola pikir, pola kepribadian pada anak. Sudah ada banyak jurnal penelitian tentang keterkaitan emosi ibu dan emosi janin di dalam kandungan,” kata Yenny saat ditemui Republika.co.id di Universitas Esa Unggul, Jumat (20/4) lalu.
Untuk dapat membentuk kepribadian anak, sejak dalam kandungan anak mulai diberikan stimulus hal yang positif. Misalnya didengarkan musik. "Kalau secara teori umum itu pakai musik-musik. Benar loh itu. Karena memang dia akan menerima stimulus-stimulus yang positif,” ujar alumnus psikologi Universitas Gajah Mada ini.
Yenny menjelaskan bahwa banyak kejadian dari hasil penelitian yang menunjukan kata-kata positif dan kondisi emosi ibu saling berkaitan dengan anak yang dikandung, “Kondisi ibu pasti otomatis nyambung ke anak,” katanya.
Ia menambahkan, “Kalau ibu pada saat hamil bersedih nanti anaknya cenderung depresi. Kondisinya tidak stabil bisa jadi anaknya gampang marah.”
Ia berharap selama dalam kandungan, ibu yang mengandung bisa menjaga kestabilan emosinya. “Tolong dalam waktu sembilan bulan ini tuh bisa menjaga kestabilan emosi. Paling nggak minimal sembilan bulan lah, syukur-syukur bisa seterusnya. Karena pembentukan itu akan sangat mempengaruhi," ujar perempuan kelahiran Blitar.
Setelah anak lahir, ia menjelaskan bahwa pendidikan pada anak masih harus terus dilakukan dimulai dari orang-orang terdekat. “Pertama kali pasti ibu, orang dia paling dekat sekali, kan jadi satu malah. Yang kedua pasti ayah orang terdekat lagi, kemudian orang-orang yang terdekat misalnya di satu rumah siapa.”
Dalam hal ini, pembentukan pendidikan kepribadian yang baik tak hanya menstimulus hal yang positif dan mengontrol emosi saja, tapi juga diperlukan pemahaman orangtua kepada anak.
Berdasarkan pengalaman Yenny, anak nakal disebabkan emosi tidak terkontrol dari ibu sehingga setelah lahir kontrol emosi masih diperlukan untuk bisa memahami dunia anak. “Kontrol emosi dulu, emang itu dunia anak, kita emang harus pahami dulu,” ujarnya.
Untuk dapat memahami dunia anak setelah lahir itu perlu dipelajari. Mempelajari hal seperti itu tidak hanya dari buku, tetapi bisa dilakukan lewat kelompok-kelompok parenting. “Memang harus belajar sih. Belajar itu nggak harus dari buku juga dari manapun bisa, apalagi kalau sekarang banyak grup-grup parenting.”
Terakhir orang tua juga perlu mengikuti perkembangan anak dengan menyamakan posisi orang tua dengan anak. “Posisikan kita sebagai yang lebih tua. Harus mengenali anak. Jangan dipaksakan sesuai dengan keinginan kita. Ikuti selalu perkembangan anak, apa kemampuan anak, dan deteksi terus apa sebenarnya kegiatan dia setiap hari,” ujar pengajar psikologi ini.