Sabtu 04 Aug 2018 07:47 WIB

Bermain Bantu Anak Melatih Konsentrasi

Jangan keluarkan semua mainan agar anak tak mudah teralihkan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah anak bermain sepeda di Taman Setu Lembang, Jakarta, Kamis (2/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sejumlah anak bermain sepeda di Taman Setu Lembang, Jakarta, Kamis (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melatih konsentrasi merupakan salah satu manfaat yang didapatkan ketika anak bermain. Berbagai jenis mainan, menurut dokter spesialis anak dr Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), M.P.H, bisa digunakan untuk mempertajam fokus dalam melakukan sesuatu.

Contoh saja bermain puzzle. Ketika anak mencocokan gambar dan bentuk yang sesuai, dibutuhkan ketelitian. Dari situ tahapan melatih konsentrasi biasa dibangun.

Bermain bisa menjadi jalur untuk bisa meningkatkan durasi konsentrasi ketika anak bertambah usia. Kemampuan berkonsentrasi menjadi modal agar dewasa nanti anak bisa fokus terhadap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan.

Namun, dr Bernie mengingatkan, kalau usia anak pun mempengaruhi durasi konsentrasi. Ketika anak berusia di bawah dua tahun, maka pusat konsentrasinya paling hanya bertahan dua hingga lima menit.

Untuk membuat kosentrasi itu bertahan, spesialis anak itu menjelaskan orang tua sebaiknya tidak mengeluarkan seluruh mainan ketika bermain. Sebab, dengan banyak mainan yang tersedia anak akan mudah teralihkan dan kehilangan kosentrasi.

Baca juga: Benarkah Produk Bebas Gluten Lebih Baik untuk Anak?

"Keluarkan dua atau tiga mainan cukup. Kalau semua akan jadi gangguan dan mudah teralihkan," ujarnya.

Lebih baik anak menyelesaikan permainan-permainan yang sudah disediakan. Ketika sudah selesai dimainkan, maka minta anak untuk membereskan baru kemudian dia bisa mencoba permainan lainnya.

Bagaimana dengan bermain gawai? Dokter Bernie mengatakan penggunaan gawai pada anak memang sudah sulit dicegah. Apalagi, gawai menjadi alternatif mainan yang membuat anak senang dan orang tua tenang.

"Penggunaan media digital ini kalau bisa satu jam per hari saja, bahkan anak di bawah 18 tahun hanya boleh video chatting saja," kata dia.

Tapi hanya sedikit orang tua yang tidak memberikan anaknya gawai dalam jatah waktu ketat. Bahkan, dr Bernie menceritakan, dia pernah mengadakan penelitian mencari orang tua yang hanya memberikan gawai selama kurang dari dua jam begitu sulit.

Penelitian itu pun diperluas dengan mencari orang tua yang memberikan gawai di bawah dan di atas empat jam untuk usia 18 hingga 36 bulan. Barulah dia menemukan dan menghasilkan kalau anak yang diberikan gawai di atas empat jam mengalami keterlambatan bicara ketimbang anak yang terpapar kurang dari empat jam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement