Senin 13 Aug 2018 15:57 WIB

Salah Paham tentang Sindrom Anak Tengah

Studi ungkap anak tengah cenderung tumbuh sebagai sosok yang pandai bergaul.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Indira Rezkisari
Kakak beradik bersaudara.
Foto: Pexels
Kakak beradik bersaudara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat umum mengenai 'sindrom anak tengah'. Sindrom itu disebut sebagai rasa pengecualian yang dirasakan anak tengah dibandingkan anak pertama atau anak bungsu.

Catherine Salmon, profesor psikologi dari University of Redlands di Kalifornia, mencoba mengungkap kesalahpahaman tersebut. Dia dan timnya melakukan studi terhadap ratusan anak tengah selama dua dekade terakhir.

Anggapan yang menurutnya salah adalah bahwa anak tengah kurang dekat dengan orang tua. Pada studi yang dimulai pada 1998 bersama rekan profesor Martin Daly itu, anak tengah terbukti sama akrabnya dengan orang tua dibandingkan saudara lainnya.

Namun, ada perbedaan kecenderungan perilaku anak tengah dibandingkan anak lain. Si sulung atau si bungsu cenderung minta bantuan pada ibu atau ayah ketika ada masalah, sementara anak tengah lebih mempercayai saudara untuk penyelesaian konflik.

Baca juga: Putri Steve Jobs Buka Hubungan Rumitnya dengan Sang Ayah

Hal itu bukan karena anak tengah merasa kehilangan hak dari orang tua, tetapi tingkat kepercayaan yang besar kepada saudara. Anak tengah juga menganggap sahabat sebagai harta berharga dan punya kemampuan sosialisasi tinggi.

Studi Salmon juga mengungkap bahwa anak tengah adalah pasangan yang baik saat dewasa karena kemampuannya bergaul dengan berbagai kepribadian. Mereka cenderung setia dalam romansa dan sangat menghargai hubungan yang dimiliki.

Dalam kasus tiga bersaudara, kerap ada anggapan bahwa anak tengah 'dilupakan' karena lampu sorot adalah milik anak pertama dan si bungsu yang paling dimanja. Menurut Salmon, hal itu justru membentuk si tengah memiliki kepribadian fleksibel.

 

Anak tengah selalu didorong untuk seimbang pada posisi 'antara' tersebut. Pasalnya, mereka tidak dapat mengandalkan diri selalu dimanja seperti si bungsu sekaligus tidak menjadi sorotan yang paling bertanggung jawab seperti si sulung.

"Barangkali itu sebabnya mereka cenderung lebih sukses dalam persahabatan dan pernikahan, juga saat membangun bisnis mereka," kata penulis buku The Secret Power of Middle Children itu, dikutip dari laman Business Insider.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement