REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan berat media sosial oleh anak-anak telah dikaitkan dengan tingkat melek huruf yang lebih rendah untuk pertama kalinya. Hasil tersebut disimpulkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University College London (UCL).
Penelitian tersebut melibatkan 11 ribu anak yang dilacak sejak kelahiran pada tahun 2000. Studi ini menemukan media sosial dapat mengurangi kemampuan membaca dan mengerjakan pekerjaan rumah, dengan potensi pengaruh pada kemampuan melek huruf.
Direktur Pusat Kajian Siklus Hidup Internasional UCL Profesor Yvonne Kelly mengatakan, temuan itu menunjukkan hubungan antara jumlah waktu yang dihabiskan kaum muda di media sosial dan tingkat melek huruf. Baik anak laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama ketika terpapar media sosial.
“Kami melihat apakah lebih banyak waktu yang dihabiskan orang muda di media sosial, semakin sedikit waktu yang mereka miliki untuk hal-hal yang dapat meningkatkan keaksaraan mereka seperti membaca untuk kesenangan dan melakukan pekerjaan rumah,” kata Profesor Kelly, dikutip Telegraph, Ahad (16/9).
Profesor Kelly mengatakan, sekarang saatnya bagi pemerintah untuk mempertimbangkan menetapkan batas waktu resmi pada penggunaan media sosial untuk anak-anak di luar sekolah. Penelitiannya juga menunjukkan pengguna media sosial, terutama anak perempuan, dapat mendorong kondisi lebih mudah depresi.
“Lebih banyak waktu yang dihabiskan di media sosial tampaknya berdampak negatif pada kesejahteraan anak muda dan dapat berdampak pada prospek jangka panjang mereka di sekolah dan tempat kerja,” tulis Profesor Kelly dalam artikel untuk Royal Society for Public Health.
Studi kohort milenium melacak anak-anak yang lahir tahun 2000 pada usia sembilan bulan, tiga, lima, tujuh, 11 dan 14 tahun. Hasil yang ditemukan pada masa remaja dan anak-anak jauh lebih mungkin menghabiskan waktu di media sosial atau permainan video setelah sekolah daripada mengerjakan PR atau membaca buku.
Sekitar setengah dari remaja menghabiskan beberapa waktu di media sosial pada hari sekolah. Kondisi itu lebih tinggi untuk anak perempuan di usia enam hingga sepuluh dengan 61 persen, dibandingkan 39 persen untuk anak laki-laki. Satu dari sepuluh anak menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial, meskipun waktu rata-rata 1 jam 21 menit per hari.
Untuk anak laki-laki, gim lebih populer daripada media sosial. Sebesar 48 persen dari semua anak laki-laki menghabiskan waktu di video game, dan 12 persen melaporkan menghabiskan lebih dari lima jam sehari bermain gim. Hanya satu dari sepuluh gadis menghabiskan waktu di video gim.
Rekan peneliti di Institut Riset Sosial dan Ekonomi Universitas Essex (IESR) Dr Cara Booker mengatakan, kecenderungan untuk menggunakan kata-kata singkat di media sosial atau ketika mengirim SMS seperti "nite", "u" dan "@" bisa berdampak pada literasi. “Keterampilan komunikasi dalam situasi tatap muka telah menurun sejak media sosial menjadi lebih banyak digunakan," ujar Booker.
Booker menjelaskan, keterampilan berbicara dan mendengarkan sering menjadi keterampilan literasi yang terlupakan. Siswa akan kesulitan dalam pekerjaan, sekolah dan hubungan pribadi tanpa memahami literasi.
Penelitian oleh UCL dan IESR juga menemukan pengguna media sosial pada anak usia 10 tahun menghabiskan hingga empat jam sehari untuk menggunakan internet. Mereka rata-rata menderita tingkat depresi yang lebih besar.
Anak perempuan 50 persen lebih mungkin dibandingkan anak laki-laki menggunakan media sosial selama empat jam atau lebih setiap hari pada saat mereka remaja. Anak perempuan pun yang aktif ini lebih rentan terhadap depresi daripada anak laki-laki.
Faktor-faktor kunci, menurut para peneliti, adalah kurang tidur, peningkatan risiko perisakan siber dan rendahnya harga diri dari obsesi dengan tanggapan positif. "Gadis-gadis sangat rentan terhadap efek negatif dari media sosial dan mungkin menjadi kelompok penting untuk fokus di antara mereka yang berusaha untuk mengurangi efek ini," kata Profesor Kelly.