REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak sedikit anak yang pilih-pilih makanan? Mereka lebih senang mengonsumsi makanan garing seperti ayam goreng dan menyingkirkan sayuran. Tentu saja hal ini akan berdampak pada kesehatan anak.
Selain itu pilih-pilih makanan juga berdampak pada psikologis anak. Penelitian baru menunjukkan bahwa makan selektif pada anak-anak sering dikaitkan dengan masalah mendasar yang memerlukan intervensi.
Secara khusus, para peneliti dari Duke Medicine di Durham, NC, menemukan bahwa baik tingkat sedang maupun berat dari makan selektif dikaitkan dengan masalah psikologis seperti kecemasan, depresi dan gangguan ADHD. Temuan penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Pediatrics.
Seperti dilansir dari laman Medical News Today, Senin (8/10), masalah makan begitu umum sehingga banyak dokter dan peneliti menganggap msebagai bagian normal dari perkembangan untuk anak-anak usia prasekolah. Menurut penulis penelitian, antara 14 sampai 20 persen orang tua melaporkan bahwa anak-anak muda berusia dua sampai lima tahun adalah pemakan selektif.
"Pertanyaan untuk banyak orang tua dan dokter adalah kapan pilih-pilih makan benar-benar jadi masalah?," ujar penulis utama Nancy Zucker, direktur Pusat Duke untuk Gangguan Makan.
Meskipun makan selektif cukup lazim, penelitian sebelumnya juga mengaitkannya dengan domain emosional, sosial dan fisik. Akibatnya, penting bagi para peneliti dan dokter untuk memahami tingkat keparahan apa yang menyebabkan makan selektif menyebabkan gangguan tersebut untuk menentukan kapan intervensi diperlukan.
Untuk menyelidiki, para peneliti menganalisis sekelompok 917 anak berusia antara 24 sampai 71 bulan. Pengasuh anak-anak diwawancarai pada kebiasaan makan anak-anak, fungsional, kemungkinan gejala kejiwaan dan variabel lingkungan rumah.
Para peneliti tertarik untuk mengetahui apakah makan selektif pada tingkat sedang atau berat dapat memprediksi perkembangan gangguan psikologis. "Ini adalah anak-anak yang makannya menjadi sangat terbatas atau selektif sehingga mulai menimbulkan masalah," Zucker menjelaskan.
"Kerusakan dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan anak, pertumbuhan, fungsi sosial dan hubungan orang tua-anak. Anak dapat merasa tidak ada yang mempercayai mereka, dan orang tua dapat merasa disalahkan atas masalah ini."
Psikolog anak Tari Sanjojo menyarankan orangtua untuk tidak panik menghadapi gejala picky eater, namun juga tidak boleh menganggap sepele gejala picky eater. Picky eater bila tidak diatasi dengan tepat dapat menyebabkan anak menjadi malas makan dan pada kelanjutannya menyebabkan anak menjadi cepat lesu, tidak bersemangat, kurang konsentrasi, bahkan sakit.
Kondisi ini sangat mengganggu aktivitas fisik anak. Seharusnya anak bersemangat mengeksplorasi banyak hal agar tumbuh sehat dan cerdas. Picky eater juga bisa menyebabkan anak terasingkan dari pergaulannya karena ia pilih-pilih makan.
“Pergaulan kan, sering melibatkan makanan atau aktivitas makan bersama. Kan sayang kalau anak susah makan nanti dia jadi malas bergaul dengan teman-temannya hanya karena tidak suka makanan yang disajikan,” ungkap Tari.