Selasa 23 Oct 2018 05:00 WIB

Mengendalikan Diri bisa Diajarkan Sejak Kanak-kanak

70 persen kemampuan pengendalian diri anak ditentukan lingkungan

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Anak dan ibu sedang belajar di rumah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anak dan ibu sedang belajar di rumah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Anak dan Keluarga, Sahening Dian Ardini, mengatakan kemampuan pengendalian diri sejatinya bisa ditumbuhkan dalam pengasuhan. Setidaknya 70 persen perkembangan kemampuan pengendalian diri anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sementara sisanya dipengaruhi oleh faktor bawaan (Nature).

Menurut Sahening, mengajarkan anak mengendalikan diri bisa dilakukan sejak usia dua tahun melalui pembiasaan sehari-hari. "Misalnya pada saat ia menginginkan sesuatu, ada baiknya orang tua tidak selalu langsung menuruti keinginan anak. Anak akan terlatih untuk menunda kesenangan sehingga berpengaruh terhadap pengaturan emosinya," kata Sahening saat dihubungi Republika.co.id.

Orang tua juga perlu bersikap konsisten dalam menerapkan aturan, sehingga anak menjadi lebih mudah untuk mengarahkan perilakunya sesuai dengan harapan lingkungan. Orang tua sebagai role model, tentunya juga perlu membangun dirinya memiliki pengendalian diri yang kuat sebelum mengajarkan kepada anaknya. Anak juga melihat dan meniru perilaku orang tua yang muncul dalam kebiasaan sehari-hari. 

Sementara itu, pengaruh dari luar dapat diperoleh antara lain misalnya dari lingkungan Sekolah. Anak yang sering mendapatkan tekanan dari teman-temannya atau aturan sekolah perlu mengomunikasikan mengenai perasaan-perasaannya kepada orang tua. Apabila tidak, maka lambat laun akan menjadi bom waktu yang dapat muncul ketika ada faktor pemicu yang cukup kuat.

Untuk mencegah anak kesulitan dalam mengendalikan diri, menurut Sahening, sedini mungkin ajarkan kepada anak untuk mengidentifikasi atau mengenali emosi-emosinya. Individu yang dapat mengenali emosinya menjadi lebih peka apabila muncul emosi tertentu dalam dirinya seperti marah, sedih, gembira, takut, dan lainnya.

Tahap selanjutnya, ajari anak mengomunikasi perasaannya apabila dia sedang sedih atau marah kepada orang yang bersangkutan. Dengan demikian anak menjadi lega karena dapat mengomunikasikan perasaannya dengan baik tanpa perilaku yang di luar kendali.

Selain itu, perlu juga mengajarkan anak untuk berempati sejak dini. Hal ini dapat diajarkan mengenai perilaku-perilaku maupun kata-kata yang dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada diri orang lain. Diskusikan pula mengenai kejadian sehari-hari dan bahas dampaknya terhadap diri pelaku maupun orang lain.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement