REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan teknologi memudahkan siapa saja mengakses berbagai konten. Bagi orang-orang tidak bertanggungjawab, internet bisa dimanfaatkan kejahatan, termasuk pemerasan seksual pada anak di bawah umur. Mereka mencari anak yang bisa diperdayai, mulai dari meminta gambar bagian tubuh hingga mengajak bertemu.
Menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Debora Basaria, penting melakukan pencegahan. Jika sudah terlanjur, baik pelaku maupun korban perlu ada penanganan.
Untuk pelaku, tentunya dijerat pasal yang sesuai. Tapi dari kebanyakan kasus yang ia ketahui, yang paling menderita adalah korban. Biasanya mereka akan mengalami depresi hingga bunuh diri karena malu.
"Langkah pertama kita tidak memghakimi mereka, itu dulu. Kita coba memahami situasinya, memahami mereka sebagai korban dulu. Kita coba kuatkan dulu emosi mereka yang down baru kemudian berikan strategi yang bisa melibatkan masa depan," kata Debora.
Mumgkin hal itu tidak semudah membalik telapak tangan. Tentu bukan hal mudah membuat korban bangkit dari keterpurukan, melainkan bisa memakan waktu yang lama.
Tapi yang paling penting mendukung mereka bisa bangkit. Memahami dulu, membuat tenang dulu, bukan bertanya kenapa. Hal itu justru cenderung akan menambah beban.
Bagi korban di bawah umur memang mereka bisa saja membantu diri mereka menghadapinya dengan baik. Tapi mungkin banyak faktor, apakah mereka punya kapasitas berpikir memadai untuk melihat situasi. Sejauh mana pemahaman tentang yang mereka alami sehingga membantu proses pemulihan lebih cepat.
Kebanyakan anak belum mencapai tingkat kognitif memadai sehingga membutuhkan peran orang dewasa dan profesional yang membimbing memulai hidup baru dengan tetap menekankan masa depan itu cerah. "Karena tergantung juga berapa lama, usia anak, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi. Banyak sekali faktornya terhadap lama atau cepatnya proses pemulihan," kata Debora.
Peran yang paling penting sejatinya keluarga. Didalamnya harus diperkukuh, itu yang betul-betul dapat membentengi. Bentuk relasi dan komunikasi aktif dengan anak agar bisa menghindari kemungkinan tidak diinginkan. Sebetulnya yang paling penting kasih sayanh yang diberikan itu seimbang.
Kadang-kadang kasih sayang berlebihan juga tidak baik. Orang tua perlu memberikan kasih sayang, edukasi, dan pemahaman. Membekali anak dengan pengetahuan, perhatikan usia dan gunakan bahasa yang sesuai degan usia anak.