Senin 18 Mar 2019 21:09 WIB

Beri Tahu Anak Istilah Sebenarnya dari Bagian Tubuh Privat

Orang tua sebaiknya memakai istilah yang sebenarnya dalam pendidikan seksual anaknya.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Seorang anak perempuan sedang belajar bersama ibunya/ilustrasi
Foto: corbis
Seorang anak perempuan sedang belajar bersama ibunya/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Ada kalanya, orang tua merasa risih untuk menyebutkan kata yang sebenarnya saat membicarakan bagian tubuh yang paling privat. Alhasil, mereka memilih kata ganti yang terdengar tidak saru di telinganya.

Pengajar pendidikan seksual Melissa Carnagey tidak menganjurkan hal demikian. Ia menyarankan agar orang tua memberi tahu kata yang sebenarnya pada buah hati alih-alih memakai kata pengganti yang lucu.

"Masalahnya, ada begitu banyak istilah alternatif yang bisa memiliki arti lain," ujar Carnagey.

Menurut Carnagey, penggunaan kata-kata lucu itu berisiko. Kata itu dapat disalahpahami oleh anak, terutama jika mereka mengalami sentuhan tidak pantas dan merasa perlu melaporkan sesuatu.

Dengan tujuan memperhalus bahasa, sebagian orang tua memberi julukan tertentu untuk bagian tubuh privat. Padahal, kata "penis", "vagina", "testis", atau "vulva" tidaklah buruk. Carnagey menjelaskan, kata-kata itu hanya penanda bagian tubuh seperti halnya "siku" atau "lutut".

Carnagey mengungkapkan, anak-anak perlu mempelajari istilah sesungguhnya supaya mereka memiliki bahasa dan konteks yang jelas saat berkomunikasi tentang tubuhnya. Ini penting, misalkan, anak berada dalam kondisi harus memberi tahu dokter atau pengasuh adanya rasa sakit atau gatal.

Selain itu, ada kecenderungan negatif saat orang tua membiasakan anak menghindari pengucapan kata tertentu. Hal tersebut seolah menanamkan rasa malu, bahwa kata tersebut adalah sesuatu yang harus dihindari atau disembunyikan.

Menggunakan istilah yang akurat juga mempersiapkan mereka lebih baik untuk berbicara dengan percaya diri tentang perubahan serta pertumbuhan alami tubuh. Tak terkecuali kepada penyedia layanan medis atau kelas tempat mereka belajar tentang kesehatan.

Anak pun bisa mengidentifikasi dengan benar ketika bagian tubuh pribadinya disentuh secara tidak tepat. Menggunakan nama imut karena anggapan tabu atau malu hanya akan mengabadikan gagasan bahwa beberapa bagian tubuh pribadi kotor, buruk, atau memalukan.

Sebagai langkah awal edukasi seks, Carnagey menyarankan orang tua menciptakan budaya di dalam rumah yang menghormati batas tubuh setiap orang. Misalnya, saat berbagi kasih sayang, orang tua bisa mendahuluinya dengan permintaan, "Bolehkah Ibu memelukmu?" ketimbang menyuruh anak, "Beri Ibu pelukan".

Carnagey berpendapat perlu ada kesepakatan bahwa setiap orang punya hak menolak sentuhan atau ciuman yang tidak diinginkan, bahkan antara saudara kandung atau anggota keluarga. Hal itu menyadarkan anak akan batas-batas orang lain dan mengetahui bahwa batas mereka juga dihormati.

Pelajaran mengenai anatomi dan otonomi tubuh juga bisa dilakukan sambil membaca buku atau menonton film. Suasananya harus santai tanpa tekanan. Pada satu adegan romantis dalam film yang kurang sesuai, misalnya, orang tua bisa mengajak anak berdiskusi dan berbagi pendapat.

"Pembicaraan mengenai kesadaran tubuh adalah percakapan paling awal yang dapat dilakukan orang tua dengan anak untuk mendukung kesehatan dan keselamatan mereka," ucap Carnagey, dikutip laman The Huffington Post.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement