Kamis 11 Apr 2019 06:13 WIB

Jangan Panik Dulu Saat Anak Lelaki Bermain Boneka

Anak perlu diajarkan bagaimana bisa berperan sebagai laki-laki atau perempuan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Indira Rezkisari
Anak-anak bermain air di aliran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai, Jakarta, Selasa (9/4).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anak-anak bermain air di aliran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai, Jakarta, Selasa (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian orang tua mungkin merasa khawatir jika melihat sang buah hati bermain mainan yang tidak sesuai dengan gender alias jenis kelaminnya. Contohnya, orang tua cemas jika anak laki-laki mereka bermain boneka, masak-masakan, yang identik dengan anak perempuan.

Begitu juga sebaliknya, orang tua tidak memperbolehkan anak perempuan bermain mainan yang identik dengan laki-laki, seperti mobil-mobilan, robot. Bahkan tidak jarang ayah ibu yang kerap meminta anak perempuan untuk tidak banyak bergerak aktif seperti anak laki-laki, entah itu lompat-lompat, memanjat, lari-larian.

Baca Juga

Orang tua khawatir hal itu berdampak pada masa dewasa anak. Anna Surti Ariani, Psikolog Anak & Keluarga mengatakan, sebetulnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan saat melihat anak yang bermain dengan kecenderungan seperti itu.

Apalagi jika berkaitan dengan motorik kasar, seperti berlari, melompat yang tidak perlu dilarang selama diawasi. Selain itu, tentu saja akan berbeda bagaimana bermain saat masa anak-anak dan dewasa.

"Untuk anak bermain identik dengan lawan jenis sebenarnya tidak apa-apa. Contoh anak laki-laki main boneka, digendong-gendong, jangan lupa mereka juga kelak akan punya anak. Anak perempuan juga jangan ditaham untuk bergerak aktif," ujar Anna di Jakarta.

Tapi memang orang tua tetap harus mengontrol kebiasaan tersebut. Salah satu caranya dengan tetap mengenalkan, mengajarkan apa yang ada dunia nyata.

Perhatikan bagaimana cara anak berinteraksi sehari-hari, baik saat bermain sendiri, berimajinasi ataupun bermain dengan orang lain. Orang tua tidak perlu terlalu khawatir dengan jenis pengayaan yang dimainkan anak.

Hanya, kemudian tinggal ditunjang lingkungan bagaimana seharusnya menjalani peran menjadi seorang laki-laki maupun perempuan. Apabila lingkungan  mendukung dan mengajarkan bagaimana peran yang sewajarnya, maka tidak masalah di kemudian hari.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement