Jumat 12 Apr 2019 19:14 WIB

Cara Terbaik Sikapi Perkembangan Kasus Pontianak

KPPPA menganjurkan masyarakat menghargai proses hukum kasus Pontianak.

Tiga dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP berinisial AU (14) berdiskusi dengan kerabat (kanan atas) di sela jumpa pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Tiga dari 12 siswi SMU yang diduga menjadi pelaku dan saksi dalam kasus penganiayaan siswi SMP berinisial AU (14) berdiskusi dengan kerabat (kanan atas) di sela jumpa pers yang digelar di Mapolresta Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (10/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Leny Nurhayanti Rosalin mengimbau masyarakat tidak main hakim sendiri dalam merespons kasus penganiayaan seorang siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Pontianak, Kalimantan Barat. Ia mengajak masyarakat untuk menghargai proses hukum.

"Tolonglah semua kita bersabar, jadi kita tidak boleh main hakim sendiri bahkan menyebarkan hoaks. Berita yang tidak benar membuat masyarakat menjadi semakin hilir mudik ini. Mana yang benar dan anak-anak kita juga menjadi bingung mana yang benar, mana yang salah," kata Leny kepada wartawan di Kantor KPPPA, Jakarta, Jumat.

Dia mengatakan proses hukum sedang berlangsung dan semua sedang dianalisis secara komprehensif. Untuk itu, masyarakat diharapkan tidak beragumen yang dapat memperkeruh suasana.

"Kita menghargai hak pelaku dan korban. Mereka masih anak-anak dan masih punya masa depan yang panjang," ujarnya.

Sekretaris Kementerian (Sesmen) PPPA Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan mempublikasikan identitas dan gambar dari korban juga merupakan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku dalam Sistem Peradilan Anak sehingga semua pihak seharusnya tidak perlu mempublikasikannya. Hal itu disampaikannya dalam menanggapi publik figur yang menjenguk siswi SMP korban penganiayaan dan mempublikasikan gambar berfoto bersama korban.

"Undang-undang Sistem Peradilan Anak Pasal 19 menyebutkan bahwa identitas anak, namanya, nama keluarga, nama orang tua, sekolah itu harus dirahasiakan. Nah, kalau kita melanggar itu kan berarti melanggar undang-undang itu," ujarnya.

Dia juga berharap agar media juga ramah terhadap anak sehingga memperhatikan ketentuan dalam menyampaikan pemberitaan terkait anak korban dan pelaku penganiayaan itu. Caranya, dengan tidak mempublikasikan identitas mereka.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement