Kamis 13 Jun 2019 08:15 WIB

Peneliti Ciptakan Aplikasi Penerjemah Tangisan Bayi

Mengartikan tangisan bayi mungkin masih menjadi kendala dalam mengasuh anak

Rep: Farah Noersativa/ Red: Christiyaningsih
Bayi menangis (Ilustrasi)
Foto: Parents
Bayi menangis (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Bagi ibu baru, mengartikan tangisan bayi mungkin masih menjadi sebuah kendala dalam mengasuh anak. Kemajuan teknologi diharapkan bisa menjawab salah satu kendala untuk membantu mengenali ucapan dengan bantuan mesin.

Dilansir Digital Trends, sebuah aplikasi iOS dan Android gratis bernama Chatterbaby diyakini bisa menerjemahkan tangisan bayi. Aplikasi itu diikembangkan oleh para peneliti di University of California, Los Angeles.

Baca Juga

Aplikasi ini didasarkan pada suatu algoritma yang dapat mengetahui secara tepat apa arti setiap bayi menangis dan menyampaikan informasi ini kepada orang tua. Menurut penciptanya, ia dapat melakukan ini dengan akurasi yang jauh lebih banyak daripada dugaan yang dilakukan orang tua pertama kali bereaksi terhadap tangisan bayi mereka.

“Saya punya empat anak. Proyek ini muncul setelah saya menyadari bahwa bayi nomor tiga memiliki tangisan yang terdengar sangat mirip dengan dua bayi pertama saya," kata asisten profesor dan pemimpin dalam penelitian UCLA, Ariana Anderson kepada Digital Trends.

Anderson yang merupakan ahli statistik itu melihat pola di mana-mana ketika bayinya menangis. Ia pun ingin menguji apakah pola vokal yang dapat dia dengar pada anak-anaknya juga ada pada anak-anak lain.

“Kami memutuskan untuk memasukkan algoritma ini ke dalam aplikasi Chatterbaby. Aplikasi ini gratis. Karena kami tidak hanya untuk membantu orang tua dari bayi sekarang tetapi untuk membantu mereka nanti juga ketika anak-anak mereka lebih tua,” ungkap Anderson.

Dalam proses pembuatan aplikasi Chatterbaby, Anderson dan rekan penelitinya mulai dengan mengunggah dua ribu sampel audio tangisan bayi. Mereka kemudian menggunakan algoritma AI (kecerdasan buatan) untuk menjelaskan perbedaan antara tangisan yang diinduksi oleh rasa sakit, tangisan yang diinduksi rasa lapar, dan tangisan yang diinduksi kerewelan.

“Pelatihan ini dilakukan dengan mengekstraksi banyak fitur akustik dari basis data kami tentang tangisan pra-label,” lanjut Anderson.

Tangisan nyeri, kata dia, diambil saat vaksinasi dan tindik telinga. Para peneliti memberi label tangisan lain menggunakan nominasi orang tua dan 'panel ibu' yang terdiri dari ibu-ibu veteran yang memiliki setidaknya dua anak.

Sebenarnya, hanya tangisan yang memiliki tiga peringkat dengan suara bulat yang digunakan untuk melatih algoritmanya. Tangisan itu berubah dan meningkat secara teratur.

“Kami menggunakan fitur akustik untuk melatih algoritma pembelajaran mesin untuk memprediksi alasan menangis yang paling mungkin.  Dalam sampel kami, algoritma itu sekitar 90 persen akurat untuk menandai nyeri dan lebih dari 70 persen akurat secara keseluruhan,” tutur Anderson.

Meski demikian, dia memberikan catatan kepada orang tua bahwa mereka masih harus menggunakan penilaian terbaik mereka. Dia juga mengingatkan otak dan insting orang tua jauh lebih kuat daripada algoritma kecerdasan buatan.

Aplikasi Chatterbaby dapat bermanfaat bagi banyak orang tua. Chatterbaby dapat terbukti sangat membantu dalam skenario tertentu.

Misalnya, aplikasi itu bisa berguna dalam situasi di mana salah satu atau kedua orang tua mengalami tuna rungu. Aplikasi itu dapat memberikan pemberitahuan ketika mata mereka sibuk.

Alat ini juga memungkinkan untuk menjadi alat yang ampuh dalam mendiagnosis autisme pada usia yang lebih muda. Saat ini, autisme didiagnosis kemudian pada masa kanak-kanak, sering kali sekitar usia tiga tahun.

Menemukan cara memprediksi autisme sesegera mungkin adalah sesuatu yang telah dilakukan sejumlah peneliti karena ini dapat memungkinkan adanya intervensi dini. Anderson menyarankan salah satu cara mengambil isyarat awal mengenai autisme dapat ditemukan dalam mendengarkan pola vokal yang tidak biasa pada bayi.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam mendeteksi pola vokal abnormal dengan anak-anak berisiko. Akan tetapi, mereka menyebut ukuran sampel untuk penelitian ini terlalu kecil.

Dalam upaya untuk menambahkan lebih banyak data ke tumpukan, Chatterbaby menawarkan studi sukarela yang dapat dimasukkan orang tua. Saat ini, proses penelitian masih pada tahap awal, tetapi dalam jangka panjang dapat memberikan wawasan berharga yang memungkinkan diagnosis lebih awal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement