REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Direktur Minauli Consulting Medan, Psikolog Irna Minauli mengatakan saat ini banyak remaja diduga terpapar pornografi dan membuat mereka ingin mempraktikkan hal serupa serta memamerkan kemampuan yang dimiliki.
"Mereka yang memiliki kecenderungan kepribadian narsistik akan merasa bangga jika dapat memamerkan hal tersebut," kata Minauli, di Medan, Ahad (16/6).
Paparan yang sangat besar terhadap pornografi, menurut dia, seringkali membuat mereka yang kecanduan pornografi akan memandang perempuan hanya sebagai objek seksual saja. "Itu sebabnya mereka hanya memanfaatkan perempuan dan bukan didasari oleh cinta dan kasih sayang," ujar Minauli.
Ia menyebutkan, saat ini dengan mudahnya akses internet, bahkan daerah terpencil sekalipun, membuat orang mudah mengakses pornografi. Sementara para orang tua atau guru, mungkin agak 'gaptek' sehingga mereka tidak membatasi akses internet yang ditonton oleh anak-anaknya.
Selain itu, kurangnya pemahaman tentang pendidikan seks justru memperparah kondisi seks bebas ini karena remaja tidak mendapat bekal pengetahuan tentang bahaya atau dampak dari seks bebas yang mereka lakukan. "Faktor kurangnya penanaman nilai-nilai agama juga turut berperan terhadap kejadian seks bebas ini," ucap dia.
Minauli menjelaskan, kalau zaman dulu, hanya orang-orang tertentu saja yang bisa berperan sebagai aktor atau aktris, namun dengan kemajuan teknologi smartphone maka setiap orang bisa menjadi siapa saja, termasuk menjadi kameraman atau penyebar video. Banyak orang yang dengan sengaja mendokumentasikan hal-hal yang sebenarnya merupakan hal yang sangat pribadi dengan alasan tertentu.
"Bagi para remaja yang relatif belum bisa berpikir jauh, mereka melakukan hal itu hanya sekedar ingin mendapatkan 'like' atau menjadi viral," katanya.
Ia mengatakan, hal yang sering luput dari perhatian adalah para penonton yang ada di lokasi kejadian, misalnya remaja yang memvideokan atau mereka yang seharusnya bisa mencegah terjadinya kejadian tersebut. Dalam banyak kasus, seringkali para penonton yang seharusnya bisa mencegah malah sering berperan sebagai yang seolah-olah memberi semangat kepada para pelaku. Berkurangnya empati dan kepedulian sosial tampaknya berperan sehingga banyak yang tidak berusaha mencegah.
"Tekanan sosial (social pressure) yang awalnya bisa berperan mencegah terjadinya hal-hal negatif, cenderung semakin berkurang karena keengganan mencampuri urusan orang lain," katanya.
Sebelumnya, siswa dan siswi SMK Bulukumba, AM dan WA pemeran video asusila, akhirnya dihukum sekolah dan dikeluarkan sejak April 2019. Hal tersebut, diketahui berdasarkan keterangan Kapolres Bulukumba, AKBP Syamsu Ridwan, Jumat (14/6).
Perzinahan dilakukan siswa AM dengan siswi WA terbongkar setelah guru melakukan razia telepon seluler milik siswa. Sebanyak 20 telepon seluler berhasil disita dan diserahkan kepada guru Bimbingan Konseling (BK) saat itu. Sekolah kemudian memanggil siswa AM dengan siswi WA dan bertemu dengan wali siswa.
Mereka kemudian akhirnya dikeluarkan karena terbukti melanggar tata tertib sekolah. AM dan WA merupakan teman sekelas, sama-sama tercatat sebagai siswa jurusan Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ).
Sebelum melakukan perzinahan di ruang kelas, mereka merusak CCTV. "Mereka rusak CCTV yang ada di sekitar kelas itu sebelum melakukan perbuatan tak senonoh," kata Syamsu.