Selasa 18 Jun 2019 11:12 WIB

Menyibak Penyebab Tantrum

Anak bisa tantrum kapan saja, coba kenali penyebabnya.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Anak tantrum
Foto: AP
Anak tantrum

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak semua orang tua siap menghadapi anaknya yang sedang tantrum. Kerewelan ini ada yang bisa segera diketahui penyebabnya, ada pula yang datang tiba-tiba dan tidak jelas asal muasalnya.

Ketidaksiapan membuat orang tua melakukan hal-hal tidak seharusnya, seperti berteriak kepada anak. Lebih buruk lagi, mereka menyerah pada tuntutan anak-anak.

Baca Juga

Padahal, dengan sedikit persiapan yang matang, orang tua dapat belajar untuk menahan amarah. Ayah dan ibu bisa tetap tenang dan konstruktif.

Dikutip laman NY Times, berdasarkan konsultasi seorang penulis kesehatan Paul L Underwood dengan empat psikolog anak, sebenarnya ada satu hal yang dapat diambil secara keseluruhan, yakni bahwa kemarahan, meskipun tidak menyenangkan, adalah bagian normal dari perkembangan anak. Itu berarti bahwa belajar mengelola kemarahan anak harus menjadi keterampilan orang tua.

Meskipun amarah adalah perilaku normal balita, tetapi bisa saja ada persoalan mendasar yang lebih serius. Menurut Dr Potegal, orang tua harus mempertimbangkan untuk mencari bantuan profesional jika tantrum terjadi lima hingga 10 kali sehari.

"Konsultasikan dengan pakar jika tantrum berlangsung lebih dari 10 menit atau melibatkan bentuk agresi dan merusak," kata dia.

Menurut Dr Lopez, saat anak berada di taman kanak-kanak, tantrum cenderung muncul tidak lebih dari sekali sepekan. Jika ayah dan bunda khawatir tentang tantrum anaknya, maka mereka dapat meminta dokter anak untuk merujuk ke spesialis, seperti psikolog anak.

Penyebab paling umum dari kemarahan yang berlebihan adalah faktor psikologis. Terkadang tantrum adalah gejala dari gangguan yang diarahkan ke dalam, seperti kecemasan atau depresi, yang mudah hilang pada anak kecil. Dr Potegal mengatakan, anak-anak yang memiliki kecemasan di sekitar lingkungan tertentu dapat meluapkannya melalui tantrum.

"Contoh klasiknya adalah anak yang fobia sekolah, saat naik bus, bersiaplah terjadi kerusuhan," kata Dr Potegal.

Jika ulah berlebihan anak adalah bagian dari pola perilaku keliru, seperti menjadi terlalu agresif, termasuk merugikan orang lain, maka ia mungkin menderita gangguan attention deficit hyperactivity. Seperti catatan Institut Kesehatan Nasional, gangguan perilaku (ADHD) dapat muncul sedini usia tiga tahun ketika gejala yang paling umum adalah hiperaktif. Jika ada dugaan ADHD, dokter anak dapat membuat rujukan untuk evaluasi psikiatris.

Jika khawatir tentang kemarahan anak, orang tua bisa segera berkonsultasi dengan Association for Behavioral and Cognitive Therapies, yang memiliki lembar fakta yang luas tentang gangguan mood anak dan dapat membantu ayah dan ibu menemukan ahli terapi kognitif terdekat.

Ada pula terapi interaksi orang tua-anak, di mana seorang terapis memantau bagaimana ayah dan bunda berinteraksi dengan anak dari ruangan lain saat berkomunikasi melalui lubang suara. Tujuannya adalah untuk membantu orang tua mendapatkan strategi yang mereka butuhkan guna menangani perilaku anaknya.

Ortu dapat menemukan informasi lebih lanjut, termasuk terapis lokal, di Parent-Child Interaction Therapy International. Memang, tantrum yang berlebihan tidak selalu merupakan gejala dari masalah kesehatan mental.

Dr Potegal mengatakan, masalah yang mendasarinya bisa jadi bersifat fisik. Ia pernah menemui kasus di mana seorang anak perempuan tantrum akibat mengalami masalah pencernaan yang berkepanjangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement