REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecanduan gawai dinilai sebagai penyakit. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sitti Hikmawatty mengatakan kasus kecanduan gawai yang cukup miris tidaklah sedikit.
Sitti mencontohkan salah satunya anak yang bahkan ingin membunuh orang tuanya. Saking kecanduannya, begitu gawai tidak ada, anak itu langsung tantrum.
"Kita pernah tangani pasien, kita mengurangi gawai ke dia, kita sempat tanya rasanya tidak ada gawai. Jawabannya, ada orang yang sangat dia benci yaitu ibunya, kalau bisa saya bunuh dia, kata dia begitu," ujar Sitti di Jakarta.
Karena itu, KPAI memberi pemahaman bahwa sejak balita, sebenarnya anak tidak boleh diberi gawai. Dalam tumbuh kembangnya, balita belum siap menerima radiasi dan motoriknya perlu berkembang.
Kemampuan tumbuh kembang anak banyak yang tidak dirangsang oleh gawai. Pada remaja, KPAI juga menyarankan menyudahi melihat gawai setelah satu jam.
Sitti kembali mencontohkan pernah bertanya kepada anak yang berprestasi tingkat dunia yang memakai gawai sekitar tujuh jam dalam sehari. Menurut Sitti, jika waktu perkembangan dirampas gawai selama berjam-jam, maka stimulasi tumbuh kembangnya semakin sedikit.
Kualitas anak menjadi tidak optimal. Anak perlu mengikuti aspek tumbuh kembang yang tidak bisa didapat dari gawai. Kecanduan gawai juga tidak hanya perlu dipandang dari segi kesehatan, tetapi kejahatan dunia maya.
"Ada pula kasus di Garut karena terbiasa lihat pornografi di gawai, anak-anak terbiasa melakukan adegan dewasa dan merasa tidak berdosa, menyebutnya kambing-kambingan, makannya kita sarankan setop satu jam dan dampingi anak," tambahnya.