Rabu 04 Dec 2019 05:35 WIB

Ribut-Ribut Disposal Beras, Bulog Harus Benahi Tata Kelola

Perlu ada kerja sama dinamis antara Bulog dan swasta dalam pemasokan beras BPNT.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja memanggul karung beras Bulog untuk dipindahkan kedalam mobil box di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (18/10/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Pekerja memanggul karung beras Bulog untuk dipindahkan kedalam mobil box di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (18/10/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Pertanian, IPB University, Dwi Andreas Santosa mengatakan, disposal beras merupakan hal biasa dan sudah dilakukan berkali-kali oleh Perum Bulog ketika ada stok yang telah mengalami penurunan mutu. Namun ke depan, Bulog harus melakukan perbaikan tata kelola perberasan.

Sebagaimana diketahui, Bulog menilai, disposal beras yang merupakan dampak dari penumpukan stok dalam waktu lama menjadi bagian dari efek program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Menurut Andreas, program BPNT sudah sangat tepat dan memberikan kepuasan kepada masyarakat.

Baca Juga

"Sekarang, tinggal bagaimana Bulog menyesuaikan dengan kebijakan BPNT. Jika ada masalah sudah barang tentu ini kembali ke tata kelola dan manajemen beras Bulog sendiri yang harus profesional," kata Andreas kepada Republika.co.id, Selasa (3/12).

Andreas mengatakan, Kementerian Sosial sebagai pemilik program BPNT telah mengeluarkan edaran bahwa Bulog menjadi pemasok tunggal beras untuk e-warong. Jika itu bisa dilakukan dengan baik, setidaknya, beras Bulog bisa memiliki saluran yang besar. Sebab, kebutuhan beras untuk BPNT per bulannya sekitar 200 ribu ton.

Ia mengatakan, hal yang perlu digarisbawahi oleh Bulog dan pemerintah adalah sistem pangan di Indonesia yang liberal. Dalam arti, pemerintah hanya menguasai kurang dari 10 persen perberasan nasional, sisanya dipegang oleh swasta.

Oleh sebab itu, Bulog sebagai BUMN Pangan harus menjadi hubungan harmonis dengan para pelaku swasta. "Jangan lagi saling menyalahkan, ada mafia, kartel. Sudahlah, itu laporkan saja ke Kepolisian biar diusut. Tugas Bulog membangun trus dengan swasta," kata Andreas.

Pihaknya pun mengkritik tindakan Bulog yang kerap kali membuat publik geger dengan tuduhan-tuduhan mafia dan kartel. Hal itu akan membuat situasi perberasan menjadi buruh dan kepercayaan antara pemerintah dan swasta sulit dibangun. Hal itu, secara langsung bakal menyulitkan Bulog dalam menyalurkan berasnya.

Andreas mengatakan, setidaknya jika ada kerja sama harmonis antara Bulog dengan produsen swasta, kerja sama dalam pemasokan beras di program BPNT bisa terbangun. Seperti diketahui, kualitas beras Bulog saat ini sudah jauh lebih baik tapi dijual dengan harga yang sangat terjangkau.

"Dari situ saja sudah kelihatan akan banyak kerja sama Bulog dengan swasta yang saling menguntungkan untuk memasok beras e-warong. Jadi saya kira, tidak ada persoalan yang serius," kata dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Ubaidi Socheh menuturkan, kajian BKF yang tengah dilakukan untuk mekanisme penggantian disposal beras masih harus didiskusikan. BKF, kata dia, juga tak secara spesifik hanya membahas soal disposal beras.

"Pembahasan ini juga harus lintas kementerian lembaga. BKF juga belum bertemu secara bilateral dengan Bulog untuk membahas hal itu secara khusus," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement