REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seringkali kita mengalami kondisi, tatkala sedang shalat lalu ibunda kita tiba-tiba memanggil untuk satu keperluan.
Apa yang harus dilakukan? Dan manakah yang harus diutamakan: memenuhi panggilan ibu atau tetap melaksanakan shalat?
Para ulama berbeda pandangan. Wafa binti Abdul Aziz as-Suwailim dalam Fikih Ibu Kumpulan Hukum Islam Khas Umahat mengatakan, ada dua pendapat terkait masalah ini.
Pendapat pertama dikemukakan ulama Mazhab Hanafi, Mazhab Syafii, dan Hanbali. Menurut mereka, ketika ibu memanggil anaknya sementara dia tengah shalat, maka anak tidak diharuskan menghentikan shalat ketika yang dikerjakan itu shalat fardhu. Namun, jika anak itu mengerjakan adalah shalat nafilah atau shalat sunah, maka dia harus menghentikan shalat dan memenuhi panggilan ibunya.
Pendapat kedua sebagian Mazhab Syafi’i sebagaimana dituturkan ar-Rauyani. Shalat harus dihentikan secara mutlak untuk memenuhi panggilan ibu, baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunat.
Sementara itu ada tiga penjelasan lagi dalam Mazhab Syafi’i yang dituturkan ar-Rauyani. Pertama si anak tidak memenuhi panggilan ibu, kedua wajib memenuhi panggilan ibu dan shalatnya batal, ketiga wajib memenuhi panggilan ibu dan shalatnya tidak batal.
Pendapat pertama ini, kata Wafa binti Abdul Aziz As-Suwailim, bisa diartikan sebagai shalat fardhu sementara pendapat kedua dan ketika diartikan sebagai shalat sunat seperti yang dijelaskan dalam pendapat pertama.
Wafa mengatakan, Mazhab Hanafi berpendapat, tidak boleh menghentikan salat fardhu untuk memenuhi panggilan Ibu, entah si Ibu tahu anaknya sedang shalat atau tidak. Hanya saja ketika ibu meminta tolong si anak wajib menghentikan shalat saat itu. "Pendapat ini juga secara tegas disampaikan ulama Mazhab Maliki Malikiyah," katanya.
Namun kata Wafa, Abu Bakar ath-Thurthusi menutur, tidak ada ketaatan untuk kedua orang tua dalam hal meninggalkan amalan fardhu.
Pada bagian lain ath-Thurthusi menyatakan anak tidak boleh memenuhi panggilan ibu, kecuali jika anak tahu ibunya tengah mengalami masalah serius. Dalam keadaan demikian, dia boleh menghentikan shalat.
Wafa mengatakan, pernyataan ath-Thurthusi ini bisa diartikan begini, ketika sedang melakukan salat fardhu anak tidak boleh memenuhi panggilan ibu.
Ulama Mazhab Syafi’i berpendapat, ketika anak sedang shalat fardhu dan waktunya tidak panjang, Dia tidak wajib memenuhi panggilan ibunya. namun jika waktunya masih panjang, wajib menghentikan shalat ini menurut Imam al-Haramain.
Sementara ulama Mazhab Syafi’i lainnya tidak sependapat dengan pendapat itu, karena ketika shalat fardhu sudah dilakukan maka tidak boleh dibatalkan.
Sementara pendapat Mazhab Hanbali menyebutkan tidak boleh menghentikan, shalat fardhu untuk memenuhi panggilan Ibu. Imam Ahmad menyatakan, ketika seorang anak tengah melakukan shalat sunat, kemudian salah salah satu di antara kedua orang tuanya memanggil, dia harus menghentikan shalat untuk memenuhi panggilan orang tua.
Konteksnya, kata Wafa, anak tidak boleh menghentikan shalat fardhu untuk memenuhi panggilan orang tua, seperti ditunjukkan dalam jawaban Imam Ahmad ketika ditanya tentang seseorang yang dilarang ayahnya untuk salat berjamaah. "Kewajiban taat pada orang tua tidak berlaku ketika berbenturan dengan amalan fardhu," katanya.
Penjelasan kedua, menghentikan shalat sunat. Shalat sunat untuk memenuhi penggilan ibu. Kalangan Mazhab Hanafi berpendapat, ketika sedang shalat sunat seseorang tidak terlepas dari dua kondisi berikut.
Pertama, ibu tahu anaknya tengah shalat. Jika seperti itu keadaannya, anak tidak apa-apa jika tidak memenuhi panggilan ibu. Kedua ibu tidak tahu kalau si anak sedang shalat. Jika seperti itu keadannya, anak harus memenuhi panggilan ibu.