REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menegaskan, pihaknya akan mendukung program Homestay Desa Wisata berkolaborasi dengan Kementerian Pariwisata. Ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT Anwar Sanusi saat menyampaikan paparannya di Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) II Pariwisata dengan tema Homestay Desa Wisata di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (18/5).
"Dari 1.902 desa, atau asumsikan 2.000 desa yang memiliki potensi desa wisata itu, jika tiap desa rata-rata membangun lima homestay saja, makan dari Kemendes sudah turut membangun lebih dari lima ribu homestay. Ini belum dari kementerian dan lembaga lainnya. Jadi target 20 ribu homestay bukan sebuah ilusi, bukan target yang ambisius," ujar Anwar Sanusi yang langsung disambut dengan tepuk tangan riuh sekitar 1.000 peserta Rakornas itu.
Saat ini, jumlah desa yang berpotensi dibangun menjadi desa wisata sangat banyak. Untuk kategori desa wisata bahari, jumlahnya mencapai 787 desa, Desa Wisata Sungai mencapai 576, Desa Wisata Irigasi 165 desa dan Desa Wisata Danau, jumlahnya mencapai 374 desa. Pendanaan pembangunan homestay ini menurut Anwar bisa dialokasikan dari dana desa.
Untuk jumlah anggarannya, setiap desa akan menentukan masing-masing. Sebab dana desa itu memberikan kewenangan desa untuk menentukan sendiri anggarannya. Sehingga Kemendes PDTT menurutnya, bisa mengarahkan desa-desa yang memiliki potensi itu untuk menjadi desa wisata.
Anwar menambahkan, jika anggaran Kemendes PDTT tahun depan disetujui naik dua kali lipat menjadi Rp 120 triliun dari Rp 60 triliun pada tahun ini, maka kemungkinan besar tahun depan pembangunan homestay akan lebih banyak lagi. Minimal dua kali lipat dari yang bisa dilakukan tahun ini.
"Namun dibutuhkan pengelolaan secara korporasi bisa melalui BUMDes atau lainnya agar pembangunan homestay ini benar-benar memberikan dampak ekonomi pada desa-desa yang memiliki potensi tersebut," kata Anwar dalam intonasi yang meyakinkan.
Anwar mengungkapkan, saat ini dana desa yang diberikan ke masing-masing desa sebesar Rp 800 juta. Terkait bagaimana pengembangan pariwisata di pedesaan dengan turut membantu pembangunan homestay, pihaknya berharap Kemenpar turut memberikan pendampingan dan membantu penjualan untuk desa yang memliki potensi dalam sektor pariwisata.
"Jadi kita yang membangun homestay-nya. Sedangkan Kementerian Pariwisata yang akan turut membantu pemasarannya. Ini adalah kolaborasi yang pas. Desa dan pariwisata bersinergi membangun Desa Wisata," kata Anwar.
Anwar mengakui pariwisata adalah cara yang cepat, mudah dan murah untuk menghidupkan usaha di desa, dengan konsep homestay desa wisata. Kemendes bertanggung jawab untuk menghidupkan ekonomi masyarakat desa dan saat ini industri pariwisata Indonesia kian berkembang.
Anwar menambahkan, dana desa itu memang kewenangan mutlak masyarakat desa, namun demikian harus ada semacam rambu-rambu koridor yang digunakan sebagai alat memantau penggunaan dana. Prioritas penggunaan dana desa, ada semacam pergeseran, dua tahun pertama menyangkut kesiapan atau membangun infrastruktur.
"Namun bagi desa-desa yang memang memiliki potensi wisata, dana tersebut boleh digunakan untuk membangun infrastruktur untuk mendukung wisatanya, termasuk homestay," ujar Anwar.
Lebih lanjut, Anwar mengatakan, untuk menjadikan sebuah desa wisata dapat berkembang diperlukan keterlibatan berbagai pihak. Kemendes PDTT telah membentuk satuan tugas (satgas) dengan melibatkan Kementerian Pariwisata dan Kepala Daerah di sejumah kabupaten.
Kolaborasi desa wisata itu menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, bisa dengan cepat direalisasikan karena target kunjungan wisatawan mancanegara ke Tanah Air terus menanjak tajam. Ia berharap amenitas dari industri wisata tidak memakan banyak waktu.
"Membangun hotel dan resort kelas dunia, itu butuh waktu lama, lima tahun belum tentu jadi. Tapi membangun homestay, enam bulan sudah cukup. Karena itu secara paralel, program pemberdayaan desa menjadi desa wisata itu akan sangat cantik," kata Arief melalui siaran persnya, Senin (22/5).
Arief menambahkan, desa wisata bisa dikembangkan potensinya dari desa-desa yang berada di kawasan 10 Bali Baru, atau 10 Top Destinasi. Dari Danau Toba Sumut, Tanjung Kelayang Belitung, Tanjung Lesung Banten, Kepulauan Seribu Jakarta, Borobudur Jateng, Bromo Tengger Semeru (BTS) Jatim, Mandalika Lombok NTB, Labuan Bajo Komodo NTT, Wakatobi Sultra dan Morotai Maltara, bisa dipetakan untuk disulap menjadi desa wisata.
Atau, menurut Arief, bisa juga jatuh pada 10 Top Destinasi teraktif, seperti Sumatera Barat, NTB, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Banyuwangi, Sulawesi Utara dan lainnya. Saat ini Kemenpar menurutnya sedang menggodok untuk memetakan dan memilih mana yang akan dibangun menjadi desa wisata berstandar global. Ketika Desa Wisata itu sudah siap jual, menurut Arief akan langsung dipromosikan, lalu selling platform-nya juga dimasukkan dalam Digital Market Place (DMP).
"Maka Desa Wisata itu bisa berfungsi ganda. Bisa sebagai amenitas dengan homestay, akomodasi di rumah penduduk yang sudah sadar wisata. Juga bisa sebagai atraksi, karena berada dalam atmosfer kehidupan masyarakat desa yang hommy, kaya dengan sentuhan budaya, dan nuansa kekeluargaan yang belum tentu bisa ditemukan di negara lain,” ujar Arief.