REPUBLIKA.CO.ID, BULELENG -- Percepatan pembangunan Bandara di Buleleng, Bali Utara terus dimatangkan. Peletakan batu pertama (ground breaking) North Bali Innternational Airport (NBIA) atau yang dikenal dengan Bandara Internasional Bali Utara akan dilaksanakan 28-29 Agustus 2017 di Kecamatan Kubutambahan, Buleleng dan di Resort Sheraton Kuta Bali. Hampir 50 Perwakilan dan Kepala Negara akan hadir dalam upacara megaproyek pembuatan bandara internasional itu.
“Peletakan batu pertama rencananya akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo. Ada juga beberapa perwakilan negara, baik dari pihak consultan dan pihak investor,” ujar Presiden Direktur PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU), Dr Made Mangku, Ahad (18/6).
Mangku menjelaskan, PT BIBU mengandeng investor Airport Kinesis Canada (AKC) untuk berinvestasi dalam pembangunan Bandara Internasional Bali Utara di Buleleng. AKC Group diperkirakan akan menginvestasikan tiga miliar dolar Amerika Serikat untuk proyek ini.
"Masalah dana tidak perlu khawatir. Dana dari investor itu sudah terkumpul seratus persen. Pemerintah Kanada sendiri yang ikut memback-up dana mencapai tiga miliar dolar AS dan akan dikerjakan selama delapan tahun. Progress pembangunan bandara sendiri saat ini tinggal menunggu izin penentuan lokasi dari Kementerian Perhubungan," ujarnya
Lebih lanjut Mangku menjelaskan, perencanaan pembangunan bandara tersebut konsepnya tidak ada perubahan yang signifikan. Bandara dibangun di atas lahan seluas 2.150 hektar. Setengah dari lahan tersebut dibangun di atas laut dengan cara memperpanjang daratan dan sisanya didaratan. Kompleks bandara ini mengintegrasikan sebuah aerotropolis seluas 750 hektar.
“Tantangan utama bandara ini adalah menghormati lingkungan. Bandara ini rencananya akan dibangun dengan dua runway. Panjang runway masing-masing tujuh kilometer lebih, sehingga pesawat komersial besar bisa mendarat. AKC Group mengusulkan untuk membangun seluruh bandara dengan teknologi berstandar ZEA (Zero Energy Airport)” ujar Made Mangku.
Ketua Pokja percepatan 10 Destinasi Prioritas Kemenpar, Hiramsyah S Thaib mengatakan Bandara Internasional Ngurah Rai sudah mencapai titik jenuh. Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk membuat bandara kedua, hal itu juga untuk mengurangi kemacetan di bagian Bali Selatan, sehingga arus wisatawan tidak hanya tertuju ke arah selatan.
“Tujuannya adalah untuk mengembangkan sebuah wisata keluarga yang nyaman serta menjadi HUB utama di bagian Bali Utara. Bandara ini memiliki kapasitas mencapai 20 juta sampai 32 juta penumpang per tahun," katanya.
Hiramsyah juga menjelaskan, bandara akan dibangun dengan konsep airport city yang dilengkapi dengan sarana olahraga, pusat perbelanjaan, danau buatan, teater serta fasilitas pendukung lainnya sehingga bandara ini akan menjadi bandara yang canggih dan lengkap.
“Bandara internasional ini juga akan dilengkapi dengan jalur kereta api yang akan berfungsi untuk mengangkut penumpang dari parkir kendaraan menuju landasan pesawat terbang,” ujarnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya ikut mendorong hadirnya bandara baru yang rencananya dibangun di kawasan Bali Utara. Menurutnya, saat ini Bali sudah tak bisa lagi mengandalkan Bandara Ngurah Rai yang dilengkapi satu landasan pacu. Sudah tidak cukup lagi.
"Bali butuh satu bandara lagi. Satu di selatan, satu di utara biar imbang. Terlalu kritis untuk Bali dengan satu bandara kalau terjadi apa-apa," ujar Arief Yahya. Efek lainnya, menurut Arief keberadaan bandara baru ini sekaligus untuk menempatkan investasi tidak terbatas di Bali selatan saja, tetapi ke utara.