REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Kota Solo kembali menggelar Festival Jenang Solo sejak kemarin hingga hari ini (23/2). Tahun ini Festival Jenang Solo terselenggara tak hanya dalam rangka ulang tahun Solo ke-269, tapi juga sebagai ajang penggalian dana bagi korban erupsi Gunung Kelud.
Dalam siaran pers yang diterima Republika, panitia festival mengatakan jenang merupakan bagian dari budaya masyarakat Jawa sejak zaman Hindu, berlanjut ke era Walisongo, hingga kini. Jenang pun selalu hadir sebagai simbol rasa syukur manusia kepada Allah.
Bagi masyarakat Jawa di Solo dan sekitarnya, ritual selamatan selalu disertai kehadiran jenang. Jenang tidak dihidangkan sebagai makanan pelengkap. Tapi juga simbol doa, harapan, persatuan, dan semangat masyarakat Jawa.
Festival Jenang Solo tahun ini merupakan festival ketiga. Temanya adalah 'Inspirasi 17 Macam Jenang yang Mengiringi Boyongan Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta'.
Ketujuh belas jenang tersebut diantaranya, jenang abrit petak, jenang lang, jenang saloko, jenang manggul, jenang suran, dan jenang timbul. Jenang dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai bubur.
Festival Jenang Solo berlokasi di koridor Ngarsopuro Solo atau di depan Pura Mangkunegaran yang terletak di kawasan Jalan Diponegoro. Hari ini pada pukul 07.00 WIB, agenda diawali dengan memasak jenang bersama Indonesian Chef Asssociation Solo. Kemudian dari pukul 09.30 hingga 11.00 WIB, jenang yang telah dimasak akan dibagi-bagikan pada pengunjung festival. Kurang lebih sebanyak 17 ribu porsi jenang akan bisa dinikmati masyarakat Solo.