REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Semua pasti sudah tahu bahwa ada larangan mengaktifkan telepon seluler (ponsel) yang terpampang jelas di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Hanya saja, banyak orang yang salah berpersepsi terhadap kemungkinan yang terjadi ketika larangan tersebut tak diindahkan. Alhasil banyak yang tidak menghiraukan larangan tersebut.
"Larangan mengaktifkan ponsel saat mengisi bahan bakar minyak (BBM) di SPBU bukan karena bisa meledak seperti yang dipikirkan orang-orang. Tidak bisa meledak karena sudah tercampur dengan komponen di udara, jadi tidak mungkin meledak," kata Peneliti utama Electromagnetic Design Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian LIPI, Harry Arjadi di Tangerang Selatan, Rabu (1/6).
Harry menjelaskan, sebenarnya larangan tersebut ditujukan untuk melindungi akurasi takaran mesin elektrik pompa BBM. Hal itu karena gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh ponsel dapat mempengaruhi kinerja mesin elektrik pompa BBM tersebut.
Jika gelombang elektromagnetik dari ponsel tersebut terlampau besar, maka bentuk terganggunya kinerja mesin elektrik pompa BBM itu adalah terjadinya kesalahan takaran BBM yang diinginkan. Misalnya, Harry menjelaskan, jika dipencet tombol perintah mengeluarkan BBM 10 loter maka yang keluar hanya satu liter, dan sebaliknya.
Tentu saja kondisi ini akan merugikan konsumen, jika takarannya lebih sedikit dari yang dibayarkan. Begitu pula jika takarannya ternyata melebihi yang sudah dibayarkan, berarti itu akan merugikan perusahaan.
Oleh karena itulah Harry menekankan perlunya ada uji Electromagnetic Compatibility (EMC) untuk menguji apakah suatu produk teknologi mampu beroperasi normal dan aman bagi penggunanya. Yaitu dari segi batas aman gelombang elektromagnetik yang keluar dan juga pelindung dari gelombang elektromagnetik dari luar.