JAKARTA -- Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menginstruksikan perbankan untuk membantu pinjaman modal bagi nelayan. Hal ini karena sebagian besar nelayan masih mengandalkan rentenir.
Ketua Energi Sarana dan Prasarana HNSI Siswaryudi Heru mengatakan, sekitar 21 juta dari 37 juta nelayan Indonesia terpaksa mengambil dana dari rentenir. Sebagian besar nelayan juga masih hidup di bawah garis kemiskinan.
"Salah satu upaya meningkatkan kehidupan nelayan ini sangat sederhana, yakni dengan memberikan pinjaman modal," ujarnya di Jakarta, Selasa (7/10).
Namun, OJK maupun perbankan hingga saat ini dinilai belum berani menalangi jaminan pinjaman kepada nelayan. Padahal, pinjaman nelayan hanya sekitar Rp 5 juta - Rp 10 juta yang bisa digunakan untuk modal usaha pembelian bahan bakar minyak (BBM).
Siswaryudi mengatakan, 60 persen total biaya produksi nelayan tersedot untuk BBM. Sementara, subsidi BBM dari pemerintah sebagian besar tidak bisa dinikmati nelayan. Di wilayah barat Indonesia, nelayan harus membeli BBM dengan harga Rp 8.000 per liter. Harga BBM yang mencapai Rp 30 ribu per liter juga terpaksa dibayar nelayan di Indonesia Timur.
"Seharusnya, OJK lebih tegas lagi dalam menginstruksikan ke perbankan untuk bersedia membantu nelayan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan pihaknya akan menggandeng perbankan untuk bisa memberikan bantuan permodalan bagi nelayan. Persyaratan pinjaman bagi nelayan juga akan disederhanakan.
"Ini solusi jangka pendek. Ke depan, OJK akan mendorong banyak pengusaha sektor perikanan berkecimpung di pasar modal, " ujarnya. N ita nina winarsih ed: nur aini