REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Belum lama ini, penghargaan bergengsi di bidang pariwisata diraih Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam gelaran World Halal Travel Summit, Oktober tahun lalu di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Lombok di antaranya ditetapkan sebagai destinasi halal terbaik dunia.
Status destinasi halal terbaik dunia, tak membuat Lombok, puas lalu berdiam diri. Seakan hendak berlari, Lombok kini sibuk memoles diri untuk menjaring pelancong Muslim. Mereka hendak membangkitkan industri wisata halal yang sebenarnya, benihnya telah lama ada.
baca juga: Lombok Bersolek Sambut Pelancong
Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, Lalu Mohammad Fauzal, menuturkan, pemprov mempersiapkan beragam payung regulasi wisata halal. Salah satunya, Peraturan Gubernur Nomor 57 tahun 2015 tentang Parisiwata Halal. Langkah lain yang ditempuh adalah mendorong pelaku industri wisata seperti hotel dan restoran mempunyai sertifikat halal. Menurut Mohammad, ada stimulan untuk mempercepat proses sertifikasi halal bagi hotel dan restoran.
"Kita berikan Rp 1 miliar untuk sertifikasi industri olahan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kalau hotel itu dari MUI," kata Mohammad, Selasa (29/3) lalu.
Dinas juga bekerja sama dengan MUI mempersiapkan tahapan pembangunan pusat informasi wisata halal. Ia menjelaskan, proses audit halal yang dilakukan bersama MUI pada 2016, akan berlangsung secara masif. Audit mencakup industri olahan dan hotel. Targetnya, ada lima hotel yang menjadi pelopor pemilik sertifikat hilal 1.
Hotel bersertifikat hilal 1, mesti mempunyai petunjuk arah kiblat di setiap kamar, tempat ibadah khusus pengunjung, dan sarana wudhu yang memadai. Ia menjelaskan stasus hilal 1 akan dipertahankan di Lombok tanpa harus meningkatkan statusnya menjadi hilal 2. Ia menyebut hotel bersertifikat hilal 2, tak memperbolehkan pengunjung menginap dengan pasangan yang tak resmi. Dinas memang sengaja mempertahankan hilal 1 ketimbang kehilangan pasar dari pelancong yang enggan menginap di hotel berstandar hilal 2.
"Kita, terutama di Lombok, membuat wisata halal itu untuk memenuhi kebutuhan pasar, sebagai jualan. Bersamaan dengan itu, wisata konvensional yang sudah ada tidak mungkin ditutup," kata Muhammad.
Ia mencontohkan, tak mungkin pemprov menerapkan kebijakan atau regulasi yang melarang orang tanpa jilbab masuk (Gili) Trawangan. Soal halal, itu untuk menyesuaikan pasar terutama pelancong yang datang dari Timur Tengah dan negara lainnya seperti Malaysia.