REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memberikan syarat baru untuk wisatawan yang ingin bertandang ke negaranya. Para pelancong diminta mencantumkan identitas media sosial dan surat elektronik.
Aturan itu berlaku untuk seluruh pelamar visa, baik wisatawan maupun calon imigran. Selain informasi akun media sosial dan alamat surel, syarat lain adalah mencantumkan nomor telepon yang pernah digunakan.
"Pelamar harus memberikan pengidentifikasi apapun selama lima tahun sebelum tanggal permohonan, termasuk riwayat perjalanan internasional," ungkap pernyataan resmi Deplu AS.
Aturan baru ini pertama kali diusulkan tahun lalu oleh Presiden AS Donald Trump. Usulan yang menjadi bagian dari "pemeriksaan ekstrem" itu pun menuai banyak protes karena dianggap melanggar privasi.
Namun, kini pejabat pemerintah menyatakan syarat tersebut perlu demi mengidentifikasi ekstremis di antara pelancong. Mereka tidak ingin 'kecolongan' seperti kasus penembakan Desember 2015 di San Bernardino, Kalifornia.
Penembak San Bernadino yang kala itu mendapat visa belakangan diketahui menyerukan aksi ekstrem lewat media sosial. Apalagi, pada tahun fiskal terakhir, ada 559.536 orang mengajukan visa imigran AS dan 9.681.913 non-imigran.
Sejak aturan diumumkan, lembaga maupun masyarakat diizinkan berkomentar selama periode 60 hari. Aturan yang rencananya diresmikan pada 29 Mei ini tidak akan berlaku untuk tamu diplomatik, dikutip dari Malay Mail Online.