REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkunjung ke museum biasanya menjadi kegiatan yang membosankan. Memasuki sebuah gedung lalu melihat jejeran benda-benda bersejarah kerap dipandang tidak menarik bagi anak muda. Namun berbeda dengan sebuah museum yang berdiri di Jalan Haji Kamang nomor 38 Pondok Labu Jakarta Selatan, yakni museum Layang-Layang.
Museum yang dibuka sejak tahun 2003 ini terkesan asri. Saat memasuki pintu gerbang, pengunjung akan melihat jalan masuk tempat sebuah layang-layang naga yang memanjang hingga ke dalam area museum.
Berbeda dengan museum lain, setidaknya terdapat empat bangunan tradisional khas Jawa yang memiliki fungsinya masing-masing, dikelilingi juga dengan pepohonan besar yang menambah kesejukan. Saat memasuki area museum, terdapat sebuah bangunan yang disebut dengan pendopo putih. Bangunan tersebut digunakan sebagai ruangan untuk menyaksikan pemutaran video mengenai latar sejarah layang-layang, ruang untuk membuat kaos suvenir, serta tempat untuk memamerkan barang kreasi pribadi ataupun kelompok.
Di sebelah kiri, terletak bangunan memanjang yang difungsikan sebagai kantor, kantin, serta mushala. Setelah itu di bagian paling dalam, terdapat bangunan utama yang merupakan museum layang-layang itu sendiri.
Berbagai macam layang-layang khas dari seluruh provinsi di Indonesia dipajang di sana. Selain itu terdapat pula layang-layang dari mancanegara seperti Malaysia, Cina, Jepang, Korea, Italia, hingga Belanda.
Salah satu sisi Museum Layang-Layang di Pondok Labu, Jaksel.
Layang-layang, pertama kali dikenal di Indonesia tepatnya di Pulau Muna Sulawesi tenggara. Saat itu layang-layang dibuat dari daun-daun kering yang dijahit dengan bambu.
Saat ini layang-layang setidaknya dikenal terdapat tiga jenis. Yaitu tradisional, kreasi dan olahraga.
Layang-layang tradisional seperti yang diketahui merupakan layang-layang sederhana yang berbentuk seperti berlian atau diamond. Sedangkan kreasi merupakan hasil modernisasi yang memunculkan layang-layang dua dimensi serta tiga dimensi.
Museum yang merupakan milik pribadi ini, setidaknya menyimpan 500 bentuk layang-layang, mulai dari yang tradisional hingga modern berbentuk tiga dimensi. Dari yang berukuran biasa saja, yang sangat kecil maupun yang besar.
Endang Ernawati, pemilik museum ini, mengawali ide untuk membuat museum layang-layang karena rasa tertarik serta prihatinnya terhadap layang-layang Indonesia. Baginya layang-layang yang asli kesenian Indonesia ini kurang diperhatikan pemerintah.
Ragam koleksi layang-layang mini.
"Saya awalnya melihat bahwa layang-layang ada di seluruh wilayah Indonesia, dan merupakan hasil seni budaya asli juga. Jadi saya mulai mengumpulkan layang-layang dari berbagai tempat dan membuat museum", tuturnya.
Selain melihat layang-layang, pengunjung juga dapat mengikuti lokakarya seperti membuat layang-layang kertas. Selain itu disediakan juga fasilitas untuk membuat keramik, membatik sapu tangan, serta melukis berbagai benda seperti payung, keramik, kaos, lampion serta wayang, tentu dengan harga yang bervariatif.
"Setiap hari buka dari jam 9 pagi sampai 4 sore kecuali hari libur nasional, dan selalu ramai anak-anak dari sekolah-sekolah yang mau belajar membuat sesuatu di sini", jelas Asep, pengurus museum.
Membuat layang-layang bukanlah perkara yang sulit namun membutuhkan ketelitian, untuk dapat terbang, layang-layang haruslah memiliki bidang serta tali yang presisi. Jika Anda tertarik untuk mengenal layang-layang serta mencoba untuk membuatnya dapat berkunjung ke museum ini dengan tiket masuk Rp 15 ribu.