REPUBLIKA.CO.ID, KLATEN -- Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jawa Tengah mengajak masyarakat mengenali Candi Plaosan dengan membuka akses seluas-luasnya untuk pariwisata maupun penelitian. Upaya konservasi candi di kawasan Klaten ini juga terus dilakukan untuk menjaga keistimewaannya.
"Bahkan kami juga menggandeng sejumlah komunitas untuk memanfaatkan secara optimal Candi Plaosan ini," kata Koordinator Publikasi dan Pemanfaatan BPCB Provinsi Jateng Wahyu Kristanto di Kabupaten Klaten, Jumat (22/6). Ia mengatakan beberapa komunitas yang digandeng di antaranya komunitas fotografi dan kelompok keagamaan di masyarakat. Dengan demikian, diharapkan makin banyak orang yang mengenal candi tersebut.
Candi Plaosan terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Jaraknya sekitar 1,5 km ke arah timur dari Candi Sewu yang ada di Kompleks Candi Prambanan.
Ia mengatakan upaya konservasi terus dilakukan oleh BPCB Provinsi Jawa Tengah mengingat keistimewaan Candi Plaosan yang merupakan perpaduan antara budaya Agama Hindu dan Buddha. Menilik sejarah, dikatakannya, candi dengan luas keseluruhannya kurang lebih 440 x 270 meter tersebut merupakan bukti cinta beda keyakinan antara Raja Mataram Kuno bernama Rakai Pikatan yang beragama Hindu dengan sang istri Pramudya Wardhani yang beragama Buddha.
"Oleh karena itu, kalau melihat bangunannya ada perpaduan dari ciri khas candi Hindu dan Buddha karena sebetulnya candi Hindu dan Buddha sangat berbeda, tetapi di sini ada perpaduan yang menarik," katanya. Ia mengatakan upaya konservasi sudah dilakukan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda mulai tanggal 14 Juni 1931 dan dilanjutkan oleh BPCB hingga saat ini.
Wisatawan berada di komplek Candi Plaosan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah.
"Ada tiga tugas BPCB yaitu perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Untuk perlindungan di antaranya membuatnya menjadi awet, melestarikan, pembersihan, pemugaran, dan pengamanan," katanya. Selanjutnya, untuk pengembangan di antaranya adalah meningkatkan potensi nilai yang ada di bangunan cagar budaya, membuka akses penelitian yang dilakukan oleh instansi pemerintahan, swasta, maupun perorangan serta menyosialisasikan kepada masyarakat terkait keberadaan candi tersebut.
Sedangkan dari sisi pemanfaatan, dikatakannya, mulai untuk acara keagamaan, ilmu pengetahuan, sosial, hingga pariwisata. "Jadi perlindungan yang kami lakukan agar bermanfaat bagi masyarakat. Selanjutnya berdampak pada perekonomian sekitar, mulai dari menjamurnya pedagang makanan, souvenir, dan seni pertunjukan. Bahkan saat ini jumlah wisatawan yang berkunjung ke candi ini sudah sekitar 20 ribu wisatawan/bulan," katanya.
Saat ini sekali dalam satu tahun masyarakat setempat menyelenggarakan Festival Candi Kembar. Nama tersebut diambil karena ada dua bangunan utama yang mirip.
"Festival ini biasanya berlangsung sampai satu bulan, sekitar bulan Agustus-September. Untuk acaranya di hari Sabtu atau Ahad dengan menampilkan berbagai pertunjukan seni tradisional setempat," katanya.
Ia berharap ke depan upaya konservasi yang dilakukan oleh BPCB tersebut disambut positif oleh masyarakat yang ingin ikut melestarikan bangunan bersejarah. "Tentu kami terbuka untuk bekerja sama dengan pihak manapun. Meski demikian, langkah ini harus dilakukan dengan komitmen pelestarian tanpa ada pamrih," katanya.