REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekuatan budaya yang dimiliki Indonesia menjadi daya tarik yang tinggi bagi wisatawan. Salah satunya terlihat di ajang Dieng Culture Festival (DCF) yang setiap tahunnya selalu berhasil menyedot lebih dari 100 ribu wisatawan.
Maka tak ayal, kegiatan yang diprakarsai Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Dieng Pandawa ini mendapat dukungan dari Kementerian Pariwisata, yang tahun ini masuk dalam calender of event (COE) nasional. DCF 2018 digelar pada 3 hingga 5 Agustus 2018 kemarin.
Ramdhan misalnya. Wisatawan asal Jakarta ini sengaja mengosongkan waktu sejak lama untuk bisa hadir ke Dieng Culture Festival (DCF) 2018.
"Saya sudah dari dua bulan lalu menyiapkan waktu untuk bisa hadir di acara ini. Saya sengaja mengatur cuti," kata Ramdhan saat ditemui di kawasan Candi Arjuna, lokasi penyelenggaraan Dieng Culture Festival, akhir pekan kemarin.
Ramdhan yang datang bersama lima orang rekannya mengatakan, meski sudah menyiapkan waktu sejak lama, tidak serta merta membuatnya mudah untuk datang ke DCF 2018. Ia lebih dulu harus mencari tiket acara. Serta homestay untuk tempat ia menginap selama tiga hari acara.
Beruntung, kata dia, banyak agen perjalanan yang menawarkan paket perjalanan DCF termasuk tiket acara dan penginapan seharga Rp 1,2 juta per orang.
Kenginannya untuk datang ke DCF pun sesusai dengan ekspektasinya. Udara dingin Dieng, penampilan Jazz Atas Awan dan prosesi pemotongan rambut anak gimbal menjadi suguhan menarik yang rugi jika dilewatkan,
"Apalagi Dieng sedang diselimuti suhu dingin yang tinggi, 5 derajat di malam hari dan mencapai minus pada dini hari," ujarnya.
Tidak hanya wisatawan nusantara, daya tarik Dieng Culture Festival juga berhasil menarik minat wisatawan mancanegara.
Nils dan Petra contohnya. Wisatawan asal Belanda ini datang sejak hari pertama DCF 2018 digelar. Mereka mengikuti setiap rangkaian acara, hingga puncaknya di prosesi pemotongan rambut anak gimbal.
Bagi mereka, melihat suguhan budaya sesakral pemotongan rambut anak gimbal adalah hal yang tak bisa terbayarkan. "Ini pertama kali saya datang ke Indonesia, dan saya kagum dengan budaya Jawa," kata Nils.
Maka tak heran jika mereka selalu berada dekat lokasi utama tempat berlangsungnya prosesi pemotongan anak gimbal selama acara. Kamera yang mereka bawa juga tak pernah lepas mengabadikan detik demi detik pemotongan rambut 11 anak gimbal kala itu.
Apalagi ketika mereka mengetahui berbagai permintaan unik anak-anak.
"Saya benar-benar bahagia, festival ini bagus dan harus diadakan terus setiap tahun," kata Petra.
Tidak lupa mereka juga mencicipi makanan lokal. Seperti kentang dan tempe serta deretan makanan khas lainnya.
"Selanjutnya kami akan ke Karimun Jawa, Bromo dan Bali," timpal Nils.