Ahad 04 Feb 2018 04:30 WIB

Menikmati Keramahan Korea Selatan Terhadap Muslim

Muslim di Korea Selatan bisa melaksanakan ibadah ritual tanpa gangguan.

Masjid Pusat Seoul menjadi salah satu lokasi tujuan wisatawan muslim Indonesia
Foto: Foto: Satriani Arbaiyah/Dosen Fikom Unisba
Masjid Pusat Seoul menjadi salah satu lokasi tujuan wisatawan muslim Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arba’iyah Satriani, Dosen Fikom Unisba

Korea Selatan adalah negara dengan kemajuan teknologi yang pesat. Dalam 30 tahun terakhir, Korea Selatan seakan berlari mengejar ketertinggalan di berbagai bidang dari negara-negara lain, khususnya Jepang yang merupakan negara terdekat sekaligus “musuh bebuyutan” negeri ginseng tersebut. Salah satu perkembangan yang pesat adalah dunia industri hiburan yang ditandai dengan serbuan drama, musik dan reality show Korea di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Tak heran, gelombang Korea Selatan atau yang dikenal dengan istilah Hallyu ini telah menyebabkan Korea Selatan menjadi salah satu destinasi wisata baru di dunia. Penggemar Korea yang sangat banyak di Indonesia, menjadi potensi yang besar bagi Korea dalam menggaet wisatawan yang berkunjung ke negeri tersebut. Karena mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, kunjungan ke Korea dengan penduduk Muslim minoritas ini menjadi menarik untuk dicermati. Apakah mudah menemukan makanan halal? Bagaimana dengan kehidupan Muslim di negeri tersebut? Sulit atau mudahkah mereka melakukan ibadah ritual di negeri yang kebanyakan penduduknya tidak beragama ini?

Melejitnya jumlah wisatawan Indonesia dan negara-negara berpenduduk Muslim lainnya ke Korea Selatan tak luput dari perhatian pemerintah Korea Selatan. Dengan sengaja, pemerintah Korea mencanangkan wisata Halal di Korea. Seperti yang diungkapkan oleh Aji Surya, konsulat sosial dan kemasyarakatan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Korea Selatan saat menerima muhibah ilmiah para dosen Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Islam Bandung (Unisba) pada 31 Januari 2018 lalu, pemerintah Korea Selatan mengundang Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga pemenang kontes Putri Muslimah ke negaranya untuk melihat kehidupan langsung di Korea yang ramah pada kaum Muslim. Harapannya tentu saja, semua yang dilihat dan dirasakan selama di Korea bisa dipromosikan kepada orang-orang Indonesia. Dengan begitu diharapkan semakin banyak turis Indonesia yang berkunjung ke sana.

photo
Rumah makan yang menunya halal di Korea

Karena itu, tak heran jika pemandu wisata lokal yang mendampingi rombongan dosen Fikom Unisba menjelaskan berulang kali bahwa makanan yang mereka siapkan selama kunjungan empat hari ke berbagai tempat di Seoul dan sekitarnya itu sudah dipastikan tidak mengandung babi. Bahkan salah satu restoran yang disiapkan untuk menyajikan makan siang bagi rombongan Fikom Unisba ini merupakan restoran halal. Di bagian depan restoran tersebut terpampang gambar perempuan berkerudung dan ada tulisan ‘selamat datang’. Yang menarik, meskipun di bagian depan restoran ada gambar kartun muslimah berkerudung tetapi penjual dan pelayan di restoran ini tidak mengenakan kerudung. Mereka tampil layaknya orang Korea lain, berpakaian lengan panjang dan celana panjang – karena musim dingin – tanpa kerudung.

Pemahaman mengenai Muslim yang tidak mengonsumsi makanan yang mengandung babi juga ditunjukkan oleh petugas di kafe hotel tempat rombongan menginap. Saat satu per satu anggota rombongan tiba di lantai 14 hotel tersebut – yang didesain khusus untuk ruang makan grup – dan keluar dari lift, sang petugas dengan bahasa Inggris aksen Korea yang kental dan agak terbata-bata, mengatakan bahwa nasi goreng dimasak dengan minyak babi, sosisnya adalah babi dan bumbu spageti pun mengandung minyak babi. Dengan demikian, rombongan yang 100 persen adalah Muslim ini terhindar dari kemungkinan mengonsumsi makanan haram.  Mereka bisa memilih menu lain seperti kentang goreng, roti, kimchi, salad dan beberapa menu lainnya yang aman untuk dikonsumsi.

Sementara itu, di pasar malam Myeong Dong Seoul, yang merupakan “surga” makanan tradisional Korea, gerobak penjual makanan berjajar memanjang di sepanjang jalan yang tak dilalui kendaraan bermotor. Aroma dari berbagai masakan menggoda selera kita yang melintasi kawasan tersebut. Di antara gerobak yang menjual beragam makanan, pakaian musim dingin maupun pernak-pernik khas Korea terselip gerobak yang menjual makanan halal. Salah satunya adalah penjual sate nasi beras yang memajang tulisan “Halal” di gerobaknya. Penjualnya tidak berkerudung dan berwajah asli Korea sementara gerobaknya dihiasi dengan patung sapi kecil yang menunjukkan bahwa produknya mengandung susu sapi dan keju halal.

photo
Rumah makan halal di Korea Selatan.

Menurut Aji Surya, Muslim di Korea Selatan bisa melaksanakan ibadah ritual tanpa gangguan. Jumlah pekerja migran Indonesia (dulu disebut sebagai TKI – tenaga kerja Indonesia) di negeri tersebut sangat banyak dan mayoritas adalah Muslim. Secara berkala, mereka melakukan pengajian bersama di suatu aula yang dapat menampung 7 ribu hingga 8 ribu jamaah. Pelaksanaan pengajian ini berjalan dengan tertib bahkan dijaga oleh aparat kepolisian setempat. “Di mana di dunia ini, ada minoritas yang melakukan ibadah bersamaan dalam jumlah banyak, lalu dijaga oleh aparat negara setempat,” ujar Aji saat memberikan pemaparan mengenai kehidupan beragama bagi Muslim di Korea Selatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan beragama di negeri ini dihormati.

photo
Komplek masjid, ada madrasah atau Islamic school di Korea

Di sisi lain, minimnya jumlah Muslim menyebabkan kita tidak bisa menemukan masjid dengan mudah. Satu-satunya masjid, yang pertama dan tertua di Korea adalah Seoul Central Mosque atau masjid pusat Seoul di kawasan Itaewon. Kawasan Itaweon merupakan kawasan yang banyak ditinggali oleh orang asing, banyak restoran dari berbagai negara dan merupakan kawasan pertokoan yang cukup elit. Karena kebanyakan Muslim adalah orang asing dan tinggal di kawasan itu, menurut Ayu, pemandu wisata lokal, masjid pun didirikan di kawasan ini. Di sekitar masjid, terdapat banyak restoran berlabel halal juga toko-toko milik Muslim.

Terletak di Hannam-dong, Yongsan-gu masjid ini berdiri di atas tanah seluas 5 ribu meter persegi. Masjid ini terdiri atas tiga lantai. Lantai pertama adalah kantor sementara masjidnya berada di lantai dua dan tiga. Tempat shalat untuk jamaah Muslimah berada di lantai 3 dan bisa dinaiki dari bagian belakang masjid sementara tempat shalat jamaah Muslim bisa dimasuki dari bagian depan masjid. Masjid ini melengkapi dirinya dengan informasi mengenai tempat wudhu bagi jamaah Muslim dan Muslimah dalam bahasa Inggris. Masjid ini cukup luas dengan areal parkir yang juga luas.

Di dalam kompleks masjid ini ada sekolah Islam atau madrasah, kantor komite halal dan tentu saja kantor pengurus masjid. Masjid yang dibangun pada 1974 ini didanai oleh pemerintah Korea Selatan dibantu beberapa negara Islam lainnya. Banyak yang berkunjung ke masjid ini, baik untuk sekadar melihat masjid tersebut, melaksanakan shalat wajib maupun menjadikannya kawasan wisata dan mendengarkan informasi keislaman.

Keramahan Korea pada Muslim juga dapat dirasakan di bandar udara (Bandara) internasional Incheon. Bandara terbesar di Korea Selatan dengan jumlah pintu (gate) mencapai 300 ini, memiliki prayer room (ruang beribadah) yang berada di dekat gate 24. Tempatnya tak jauh dari toilet bagi penumpang. Meski tidak tersedia tempat khusus untuk berwudhu, prayer room ini cukup luas dan nyaman. Ada sebuah lemari kaca di salah satu sudut yang berisi kitab suci dari beberapa agama. Jadi memang prayer room ini bukan dikhususkan bagi Muslim tetapi melihat luasnya dan cara penataan ruang, sesungguhnya ruang ini cocok disebut mushala lengkap dengan arah kiblatnya.

Namun begitu, lokasi prayer room yang cukup jauh dari gate lainnya apalagi dengan jumlah pintu (gate) mencapai 300 menyebabkan sebagian calon penumpang tidak shalat di sini. Ada banyak celah atau sudut yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan shalat di ruang tunggu bandara, sembari menunggu waktu naik ke pesawat, tanpa mengganggu calon penumpang lainnya.

Penerapan hukum-hukum Islam pun terlihat di negeri ini. Menurut Aji Surya, seseorang yang tertinggal barang di suatu tempat, tak perlu khawatir akan kehilangan barangnya karena hukum yang diterapkan negara tersebut membuat seseorang tak akan berani mengambil barang yang bukan haknya. Kebersihan juga menjadi hal yang sangat diperhatikan. Tak heran jika kota Seoul terlihat bersih dan terjaga dari sampah. Para pembeli di restoran atau kafe diharuskan membersihkan sendiri meja bekas makannya dan  mengembalikan piring kotor bekas makan masing-masing ke tempat yang disediakan pihak restoran. Toilet-toilet pun bersih dan tidak berbau. Sungguh merupakan penerapan ajaran Islam yang menyebutkan bahwa “kebersihan adalah sebagian dari iman”.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement