Ahad 21 Jun 2015 00:40 WIB

11 Rahasia Sukses Novel “Ayat-Ayat Cinta”, Sarat Pesan Mencerahkan (bagian 3)

 Penulis, Habiburrahman El Shirazy saat membacakan salah satu penggalan pada bedah buku Api Tauhid di Islamic Book Fair, Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6).  (foto : Septianjar Muharam)
Penulis, Habiburrahman El Shirazy saat membacakan salah satu penggalan pada bedah buku Api Tauhid di Islamic Book Fair, Landmark, Kota Bandung, Sabtu (6/6). (foto : Septianjar Muharam)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya  ada 11 rahasia mengapa novel “Ayat-Ayat Cinta” (AAC)  yang ditulis oleh Habiburrahman El-Shirazy dan diterbitkan oleh Republika Penerbit  sejak lebih 10 tahun silam menjadi salah satu buku terlaris.Hingga kini novel yang ditulis oleh alumnus Al-Azhar University Kairo, Mesir itu masih terus diburu orang.

Kunci sukses pertama novel AAC adalah orisinalitas. Kedua, detil yang menggoda. Ketiga, konflik yang kuat. Keempat, unsur jenaka yang menghibur.  Kelima, penuh kejutan. Keenam, penyelesaian yang melegakan.

Kunci sukses ketujuh novel AAC  adalah sarat  pesan yang mencerahkan. Misalnya, pentingnya kegigihan dan pantang menyerah dalam hidup. Tokoh Fahri merupakan tokoh yang sangat keras dan disiplin pada diri sendiri. Ia membuat target kehidupan yang sangat ketat, dan berusaha keras untuk mematuhinya, misalnya: kuliah, menerjemahkan, halaqah, khutbah Jumat dan sebagainya:

‘’Aku harus beristirahat. Nanti malam harus kembali memeras otak. Menerjemah untuk biaya menyambung hidup. Ya, hidup ini – kata Ahmad Syauqi, sang raja penyair Arab – adalah keyakinan dan perjuangan. Dan perjuangan seorang mukmin sejati – kata Imam Ahmad bin Hanbal – tidak akan berhenti kecuali ketika kedua telapak kakinya telah menginjak pintu surga.’’ (hlm 65-66)

‘’Usai makan, aku melakukan rutinitasku  di depan computer. Mengalihbahasakan kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia….’’ (hlm 68) ‘’Malam ini jadwalku sampai jam dua belas. Berhenti ketika shalat Isya. Akhir bulan naskah harus sudah aku kirim ke Jakarta. Setelah itu ada dua buku yang siap diterjemah....’’ (hlm 69)

‘’Rud, semua orang punya skala prioritas. Banyak hal penting  di hadapan kita, tapi kita tentu memilih  yang paling penting dari yang penting.’’ (hlm 118) ‘’Memang terkadang kita harus kejam pada diri sendiri. Dan sedikit tegas pada orang lain. Aktivitas yang penting tapi tidak terlalu penting bisa dibuang atau di-pending.’’ (hlm 161-162)

Fahri merancang hidupnya tidak hanya satu atau dua tahun ke depan, melainkan 10 tahun. Maria terkejut saat membaca Rancangan Hidup Fahri 10 tahun ke depan. ‘’Wow. Targetmu dua tahun lagi selesai master. Empat tahun berikutnya selesai doctor dan telah menerjemah lima puluh buku serta memiliki karya minimal lima belas. Empat tahun berikutnya atau 10 tahun dari sekarang targetmu adalah guru besar. Fantastik….’’ (hlm 143)

Saat ditanya mengapa harus membuat Rancangan Hidup 10 tahun ke depan, bukankah lebih baik biarkan saja hidup mengalir apa adanya, Fahri menjawab tegas, ‘’.... nasib saya, masa depan saya, mau jadi apa saya, sayalah yang menentukan. Sukses dan gagalnya saya, sayalah yang menciptakan. Saya sendirilah yang mengarsiteki apa yang akan saya raih dalam hidup ini.’’ (hlm 144)

Pentingnya menepati jadwal yang telah dibuat dan disepakati. ‘’Jadwal adalah janji. Janji pada diri sendiri dan janji pada Syaikh Utsman untuk datang.’’ (hlm 31)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement