Jumat 15 Jan 2016 20:29 WIB

Nasib Kepemilikan Properti Asing

Pengujung melihat contoh hunian dalam pameran properti nasional, Real Estate Expo 2015 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (18/11).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengujung melihat contoh hunian dalam pameran properti nasional, Real Estate Expo 2015 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Keputusan pemerintah yang mengeluarkan peraturan pemerintah 103 tahun 2015 terkait hak pakai hunian bagi warga asing dinilai menuai resiko khususnya bagi kalangan perbankan. 

Menurut pengamat properti, Ali Tranghanda, Kamis (14/1) keputusan pemerintah itu memungkinkan adanya hak pakai atas bangunan diatas hak milik lahan seperti di Bali. Namun, keputusan ini tidak bisa diterima kalangan perbankan yang akan menyalurkan pembiayaan, apalagi hak pakai hingga 30 tahun. "Ini menjadi tumpuk-tumpuk," katanya. 

Adanya pasar bebas ASEAN memungkinkan peluang asing untuk memiliki hak atas properti. Namun, pemerintah harus menyiapkan aturan main yang lebih jelas terkait kepemilikan asing. Termasuk penetapan zona hunian bagi mereka karena dikhawatirkan dapat memicu lonjakan harga lahan dan mempengaruhi kawasan sekitar. 

Sebaiknya pemerintah fokus pada investasi asing, bukan kepemilikan properti oleh asing. Apalagi masih ada 13 juta warga Indonesia yang membutuhkan hunian layak.  "Pengawasanya harus lebih jelas," katanya. 

Ketua Dewan Pengurus The Housing Urban Development (HUD) Institute, Zulfi Syarif Koto, disela perayaan ulang tahun The HUD Institute  menilai masalah kepemilikan properti asing, sebaiknya juga melibatkan peran pemda setempat. Mereka lebih memahami kebutuhan perumahan di wilayahnya masing masing. Zulfi menilai pemerintah tidak perlu menerbitkan aturan baru, melainkan cukup merevisi ketentuan yang ada.

Zulfi juga menyebutkan lima komponen dasar untuk menyediakan hunian sejuta rumah bagi masyarakat luas. Berupa tata ruang yang dibuat pemda setempat, terkait tata ruang dan pemanfaatan ruang atau perizinan bagi perumahan rakyat. Masalah pertanahan menjadi kendala tersendiri bagi perumahan. Saat ini sekitar 40 persen biaya perumahan dihabiskan untuk menyelesaikan masalah perumahan. Sehingga upaya pemenuhan perumahan yang layak bagi masyarakat luas kian memberatkan.

Masalah infrastruktur seperti saluran limbah, persampahan, ruang terbuka hijau, listrik, jalan dan lainnya menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pembangunan properti di sebuah wilayah. Mekanisme pembiayaan perumahan khususnya bagi masyarakat miskin juga perlu diperhatikan, selain teknologi dan bahan bangunan yang layak untuk digunakan bagi perumahan warga. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement