Rabu 12 Apr 2017 07:58 WIB

Mubazir Makanan Jadi Masalah Lingkungan yang Serius

Rep: Sri Handayani/ Red: Indira Rezkisari
Wanita sedang makan
Foto: pexels
Wanita sedang makan

REPUBLIKA.CO.ID, SIDNEY -- Siapa sangka perilaku sederhana dalam menghambur-hamburkan makanan dapat menjadi masalah lingkungan yang serius di suatu negara? Menteri Lingkungan Hidup dan Energi Australia, Josh Frydenberg, dalam sebuah tulisan mengatakan, permasalahan lingkungan hidup tak hanya terbatas pada krisis gas dan pemadaman listrik, namun juga perilaku boros dalam hal makanan.

Laman berita The Australian menyebutkan, sebanyak 20 persen makanan yang dibeli oleh para konsumen berakhir di tong sampah. Lebih dari empat juta ton sampah makanan menumpuk di tempat pembuangan akhir tiap tahunnya. Perilaku ini merugikan keuangan negara hingga 20 miliar dolar AS per tahun. Hampir setengah dari limbah makanan tersebut dihasilkan oleh sektor industri dan komersial.  

Artikel tersebut menyebutkan, di tengah kondisi yang sejahtera dan modern, Australia mampu memproduksi makanan untuk 60 juta orang per tahun. Namun, setiap bulan, masih ada 600 ribu orang, sepertiganya anak-anak, mencari makanan dari belas kasihan orang lain.

Masalah ini sebenarnya tak hanya dialami Australia. Pemborosan makanan merupakan masalah umum di hampir semua negara maju di dunia. Organisasi Pangan dan Pertanian PBB memprediksi sepertiga atau sekitar 1,3 miliar ton makanan, senilai satu triliun dolar AS, terbuang setiap tahun.

Bijak dalam membuang makanan memiliki dampak yang beasr. Frydenberg menyatakan, dalam skala global aka nada 250 megaliter air bersih dan 28 persen tanah subur dapat diselamatkan. Langkah ini juga dapat mencegah tiga miliar ton gas rumah kaca memasuki atmosfer.

Frydenberg menyebut, total karbon dioksida yang dihasilkan dari sampah makanan yang harus diolah oleh suatau negara akan mencapai sepertiga setelah Cina dan Amerika. Inilah mengapa pemerintah berkomitmen mengembangkan strategi pengolahan limbah nasional 2030.

Namun, pemerintah tak bisa bergerak sendiri. Harus ada kerja sama antara pemerintah dengan industri, sektor nonprofit, dan akademisi. Hari ini, Rabu (12/4), pemerintah Australia menggandeng Federasi Petani Nasional, Majelis Sayur dan Buah Segar serta Makanan, akademisi dari CSIRO, Universitas Monas dan Melbourne, dan Universitas Teknologi Sidney, rantai produsen makanan dan supermarket, kelompok peduli makanan dan keselamatan, dan sebagainya untuk menyuarakan penghematan makanan. Dengan banyaknya partisipan yang berkomitmen, Frydenberg berharap dapat mengembangkan perencanaan lebih lanjut terkait hal tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement