REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabid Pemenuhan Hak Anak, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri menyatakan masalah perundungan bukan masalah sepele di sekolah. Apalagi jika siswa tersebut merupakan tipe yang rentan menjadi korban.
"Siswa dengan prestasi terendah, siswa dengan prestasi tertinggi, siswa junior, siswa dengan disabilitas, siswa dengan kondisi fisik maupun psikis berbeda," kata Reza.
Pendidikan Indonesia telah didukung dengan sistem pendidikan inklusi, namun bukan berarti anak-anak sekolah dapat terhindar dari perisakan. Apalagi jika siswa tersebut memiliki kebutuhan berbeda seperti disabilitas.
Butuh kesiapan SDM, sarana dan prasarana, serta aturan main yang mendukung siswa disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Ketika institusi pendidikan membuka diri untuk menerima siswa berkebutuhan khusus, seharusnya bagi Reza, tempat tersebut serta warganya bisa menerima.
"Dari perspektif itu pula kasus bully di kampus sepatutnya ditangani. Artinya, di samping pertanggungjawaban individual yang harus dibebankan kepada siswa pelaku bully, lembaga pendidikan seyogianya tidak berlepas tangan," kata Reza.
Psikolog Forensik ini pun menyatakan jika dengan peristiwa tersebarnya video perisakan terhadap salah seorang mahasiswa disabilitas di perguruan negeri swasta, sudah saatnya pematangan sistem akreditasi. Mesti ada penakaran ulang dan langkah serius untuk melakukan kesiapan bagi sekolah atau kampus yang ingin menerima siswa dengan kebutuhan khusus.