REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berita mengenai dugaan beras merk Ayam Jago dan Maknyus yang mencampur beras kualitas premium dan medium masih menjadi buah bibir sampai hari ini. Menurut pakar pangan asal IPB, Prof. Dr. Nuri Andarwulan, meski beragam jenis beras dicampur lalu dijual namun tidak ada istilah beras oplosan.
Nuri mengatakan tidak ada definisi baku mengenai istilah beras oplosan. Tindakan mencampur beras sebenarnya sudah sering dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat. "Nasi yang disajikan di restoran Jepang pada umumnya dicampur dengan beras ketan agar nasi lebih lengket," jelasnya kepada Republika.co.id.
Demikian halnya jika ada pedagang beras yang mencampur beras dari berbagai kelas lalu dijual. Nuri berpendapat tindakan itu sebagai hal yang biasa saja. Karena, sejauh ini tidak ada regulasi yang mengatur soal campur mencampur beras. Produsen yang mencampur beras dan menjualnya dipandang tidak bersalah.
"Belum ada regulasi yang mengatakan beras pandan wangi harus 100 persen pandan wangi, jadi kalau ada pengusaha mencampur beras itu tidak ada regulasi yang melarangnya," imbuh Direktur SEAFAST Center IPB tersebut.
Ia kembali menegaskan tidak ada istilah beras oplosan, yang ada adalah beras yang dicampur. Baik mengonsumsi beras premium, medium, atau beras campuran efeknya sama saja bagi tubuh yakni sebagai sumber kalori.