REPUBLIKA.CO.ID, Menghabiskan masa kecil di era 90-an membuat Sweta Kartika kecil akrab dengan cerita-cerita silat dan pendekar. Komik silat macam Panji Tengkorak karya Hans Jaladara atau Si Buta dari Gua Hantu milik Ganes TH mengisi hari-harinya.
"Masing-masing punya latar belakang membuat komik silat. Irzaqi dulu punya banyak koleksi komik silat di keluarganya. Saya pun demikian, sering didongengi orang tua waktu kecil," kata pria kelahiran 14 April 1986 itu.
Saat tinggal di Kebumen, Jawa Tengah, Sweta pun rutin membeli ma jalah anak yang berisi cerita bergambar. Ia pun mengisi buku cata tannya dengan gambar-gambar komik sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Hobi ini berlanjut hingga SMP. Hingga kemudian tergerak untuk mengikuti sayembara komik di salah satu majalah anak pada akhir 90-an.
Sweta kegirangan karena karyanya bisa menjadi pemenang pertama. Majalah itu kemudian memuat komik para pemenang, dimulai dari peringkat paling akhir. Namun, karya Sweta tak kunjung terbit. Penasaran, ia mengontak redaksi majalah tersebut. Jawabannya tak terduga. "Maaf, majalah kami sudah tutup," ujar dia, mengenang.
Ketika SMA, Sweta sempat meninggalkan komik karena tertarik akan hal baru. Ia beralih pada dunia ilustrasi. Namun, komik kembali hadir dalam hidupnya ketika menjadi mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Teknologi Bandung (ITB). Sekitar 2005, ia mendapat kabar mengenai sayembara komik di suatu majalah. Ia kembali bergairah membuat komik.
Lomba itu mensyaratkan komik 24 halaman. Sweta menafsirkannya dengan membuat 23 halaman plus satu kover depan. Ternyata, yang diminta adalah komik 24 halaman plus satu halaman kover. Ia pun tak lolos. "Sempat membuat saya berhenti ngomik selama satu tahun," kata dia.
Namun, menggambar sudah menjadi senjatanya. Meski sempat berhenti membuat komik, Sweta tetap berkarya dengan menjadi ilustrator novel di salah satu penerbit. Ia juga sempat bekerja di agensi. Hingga kemudian Komik Lokal Indonesia (Koloni) asuhan penerbit Gramedia membuka sayembara komik pada 2010. Di mana hasilnya akan diterbitkan dalam bentuk buku.
(Baca Juga: Jatuh Bangun Komikus Indonesia)
Sweta pun kembali mencoba peruntungannya dalam dunia perkomikan. Kerja kerasnya tak siasia. Karya buatannya bisa masuk dalam terbitan kompilasi berjudul The Dreamcatcher. "Dulu komik Indonesia biasanya menggunakan nama pena yang berbau Asia Timur karena komik luar negeri sangat diminati orang. Syukur tahun 2010 kami berhasil menerbitkan komik dengan nama sendiri," ujar dia. Dua tahun kemudian, Sweta ber kolaborasi dengan Alex Irzaqi mengikuti sayembara yang digelar Kompetisi Komik Indonesia (KKI). Mereka membuat komik silat berjudul Tri Catra Manunggal. Pertemuan kedua komikus ini lalu melahirkan Padepokan Ragasukma.
Selain Pusaka Dewa yang diterbitkan melalui Padepokan Ragasukma, beberapa komik karya Sweta juga diedarakan di toko buku komersial. Setidaknya ia sudah membuat sepuluh komik. Di antaranya Wanara, Grey & Jingga, dan H20. Melalui Padepokan Ragasukma, Sweta pun ingin mem bangkitkan gairah komik persilatan dan meneruskan semangat generasi ko mi kus sebelumnya.
Ia terinspirasi semangat yang ditunjukkan Mansyur Daman atau Pak Man, komikus yang terkenal dengan karya Mandala Silu man Sungai Ular. "Rantainya enggak boleh hilang. Semoga ke depan generasi selanjutnya bisa melanjutkan komik silat ini," ujar Sweta.